by

IAIN Ponorogo Disusupi HTI?

Miris rasanya, kampus tempat saya pernah belajar, membaca dan berdiskusi banyak hal tentang demokrasi dan pancasila sebagai konsep dasar negara ternyata ada dosen yang benci dengan demokrasi, pancasila dan Undang undang dasar. Ia berharap kita berpindah haluan jadi negara islam.

Bagi saya ini persoalan serius, ia adalah seorang dosen pada kampus Agama almamater saya ( walau saya tidak selesai tapi saya bangga pernah belajar di sana). Bagi saya ideologi Ahmad Nadhif tersebut sangat berbahaya. Sangat jelas ia menginginkan perombakan sistem, dari sistem demokrasi ke khilafah, serta memvonis nasionalisme dan demokrasi sebagai sistem kufur (berati orang islam yang masih menganut sistem ini telah melakukan kekufuran, dan secara tidak langsung pun menjadi kafir). Hal ini berbahaya mengancam keutuhan NKRI dan Kebhinekaan bangsa. Entah seperti apa tangis para pendiri bangsa kita yang berjuang untuk kemerdekaan dan merancang suatu sistem yang humanis dan berpijak pada semua golongan bernama demokrasi pancasila dan NKRI.

Entah seperti apa marahnya mereka para pendiri bangsa ini, mendapati perjuangan mereka di hinakan sebagai kafir. Dan Ahmad Nadhif seorang dosen IAIN Ponorogo melakukan itu. Saya dapat memahami jika ia bergabung dengan HTI ormas berbaju agama yang juga mengusung Khilafah sebagai dasar ideologinya.

Ahmad Nadhif dan Hizbuth Tahrir Inginkan Khilafah? apa itu Khilafah?

Sistem seperti apa yang ditawarkan oleh Ahmad Nadhif dan Hizbuth Tahrir? kalau saja itu berupa sistem ukhuwah/persaudaraan transnasional yang hanya membatasi diri dalam persoalan agama dan sosial, sebut saja seperti apa yang biasa menjadi fokus Vatikan, mungkin itu merupakan hal yang sah-sah saja. Tapi ternyata mereka ingin mengatur lebih, jauh lebih banyak.

Saya mencoba memahami apa itu Hizbut Tahrir. Organisasi yang didirikan pada tahun 1953 ini secara umum menolak ideologi negara politik modern. Hizbut Tahrir menolak nasionalisme, demokrasi, kapitalisme, sosialisme dan konsep-konsep asing lainnya yang mereka anggap bertentangan dengan Islam. Dalam perjuangannya, Hizbut Tahrir berusaha untuk membangun kembali khilafah Rasyidah.

*catatan: Hizbuth Tahrir tercatat pernah mengkhianati ideologi mereka dalam memusuhi demokrasi, Hizbut Tahrir di Jordania pernah mengajukan calon dalam Pemilu legislatif di tahun 1950. Di Kazakhstan, anggota HT melakukan kampanye mendukung salah satu calon Presiden pada Pemilu tahun 2005 dan berpartisipasi pula dalam Pemilu di beberapa daerah*

Hizbut Tahrir memfokuskan kegiatan mereka pada aktivitas penyadaran masyarakat sebagai sesuatu yang diharapkan akan berujung pada REVOLUSI POLITIK. Sedikit banyak saya merasakan adanya semangat makar di organisasi ini. *Dan itu terlihat pada postingan Ahmad Nadhif di akun Facebooknya, yah mereka mengajak untuk makar dan terapkan konsep Khilafah Rasyidah versi mereka*

Anda harus tahu, semangat makar organisasi Hizbuth Tahrir, di mana Ahmad Nadhif ini bergabung sudah ada sejak dahulu. Selama beberapa dekade terakhir Hizbut Tahrir telah dilarang di beberapa negara karena pahamnya yang dianggap memusuhi eksistensi negara. Beberapa negara yang secara resmi melarang organisasi ini antara lain Mesir (1974), Rusia (2003), Kazakhstan (2005) Bangladesh (2009), Jerman, dan Turki.

Hizbut Tahrir bahkan dilarang di negara asalnya, Jordania (Hizbut Tahrir didirikan di Yerusalem yang saat itu dibawah kekuasaan Jordania). Di beberapa negara lain seperti Inggris dan Australia telah ada usaha untuk melarang Hizbut Tahrir, namun usaha tersebut gagal di pengadilan atas nama demokrasi dan kebebasan berorganisasi. Ini merupakan suatu ironi, bagaimana bisa Hizbuth Tahrir justru bebas berdiri di negara kita Indonesia, negara Islam penganut demokrasi terbesar di dunia. Ini mengingat di sisi lain, Hizbuth Tahrir memiliki niat merongrong sistem demokrasi yang kuffur.

Terhadap opini tersebut, saya mendapat kutipan dari artikel milik salah seorang aktivis Hizbut Tahrir yang menulis kontra opini.

_“Perlu diluruskan opini yang mengatakan bahwa para aktivis Hizbut Tahrir Indonesia perlu berterima kasih kepada Demokrasi, karena dengan sistem Demokrasi ini segala macam perhelatan akbar HTI di seluruh wilayah Indonesia bisa berjalan sukses. Pernyataan seperti ini sangat salah, karena justru dengan adanya berbagai perhelatan yang dilakukan HTI, menunjukan aspirasi umat Islam Indonesia tidak bisa diakomodir oleh parlemen Demokrasi, sehingga umat lebih memilih berjuang bersama Hizbut Tahrir untuk menegakkan cita-cita ideal mereka untuk membangkitkan peradaban Islam. Disisi lain, secara teologis melakukan dakwah menurut umat Islam adalah kewajiban dari Allah swt, sehingga tidak perlu berterima kasih pada manusia apalagi pada Demokrasi.”_

Dan ini postingan yang saya dapatkan dari akun Ahmad Nadhif :

_”Tentu kita sepakat al-Quran wajib diterapkan dalam kehidupan bernegera. Tentu penerapan al-Quran dalam kehidupan bernegara tidak mungkin hanya dijalankan oleh pribadi-pribadi, tetapi sekaligus harus dijalankan oleh negara. Ayat-ayat tentang kewajiban menegakkan hudûd, jinâyat, jihad, futûhat, pengharaman riba, keharaman orang kafir menjadi pemimpin, hukuman mati bagi penista Islam, dan lain-lain tidak bisa diterapkan secara sempurna kecuali oleh negara. Itulah Khilafah yang merupakan satu-satunya model sistem pemerintahan Islam. Berdiam diri alias tidak ikut berjuang untuk menegakkan Khilafah, bahkan menghalangi perjuangan umat untuk menegakkan kembali Khilafah, berarti membiarkan al-Quran tetap ditelantarkan. Ini dapat dikategorikan sebagai tindakan mengabaikan al-Quran yang nyata-nyata haram. Sebab, Khilafah adalah satu-satunya institusi penegak syariah, yang dengan itulah al-Quran benar-benar bisa diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan”_

Yah… sebenarnya dua kalimat kontra opini diatas seperti membolakbalikan kalimat saja, tapi muatan dan subtansinya sama ” Tolak Demokrasi dan Khilafah .

Selama ini saya melihat dukungan terhadap Hizbut tahrir tidak terlalu besar dan kelompok ini tidak lebih dari minoritas dengan suara ributnya mencari perhatian publik. Ibarat kata teriakan mereka lirih, tapi sialnya mereka pegang Toa saat berteriak sehingga terlihat ramai.Di beberapa forum kita bisa melihat cukup banyak kaum muslim yang menentang ide Hizbut tahrir.

Ketika Ahmad Nadhif menyerukan untuk menerapkan Khilafah, saya heran saja apakah ia tidak pernah mempertimbangkan apa yang ada di pikiran umat agama lain. Kalaulah Ahmad Nadhif menganggap kalau kaum Kristen, Hindu, Buddha akan dengan senang hati menerima sistem yang mereka tawarkan, dimana non-muslim jadi dhimmi, mungkin itu adalah mimpi terliar yang mereka miliki. Apakah ia juga tidak berpikir apakah umat beragama lain juga mempunyai konsep yang berbeda, jika di paksakan apakah ia ingin kita menjadi Suriah berikutnya?

Tapi satu hal yang saya paling heran, ibu Hajah Maryam Yusuf selaku rektor IAIN Ponorogo beserta segenap Civitas di dalamnya diam saja melihat keliaran ideologi Ahmad Nadhif ini. Mungkin bagi mereka ini persoalan remeh jauh lebih remeh di banding Anggaran belanja kampus ataupun rotasi jabatan yang bisa berdampak demonstrasi Mahasiswa.

Tapi saya katakan pada anda semua, bapak / ibu Civitas akademika IAIN Ponorogo yang saya cintai dan hormati,

*”Ini adalah persoalan serius, ada dosen yang memimpikan makar di kampus kalian. Ada Dosen yang ingin merobohkan negara ini dan menggantinya menjadi negara Islam bernama Khilafah. Ada dosen yang berpikir bagaimana mengganti UUD dan Pancasila dengan hukum Islam. Ada dosen yang ingin melawan konstitusi dan menyebut pemimpin / kepala daerah yang tidak seagama dengan mereka sebagai kafir dan harus di ganti. Ada Dosen di kampus anda yang berpikir Demokrasi itu salah dan harus di ganti. Dan dosen itu kalian biarkan bebas menyampaikan gagasan dan pemikiran konyolnya itu pada Mahasiswa tanpa kalian tegur?. Dan dosen itu kalian biarkan mengajar sambil menyelipkan ide makarnya di ruang kelas tanpa kalian awasi? Anda sehat membiarkan itu semua?”*

Jujur, saya sebagai orang yang pernah belajar di Kampus anda, malu dan takut membiarkan itu semua. Sebagai orang yang pernah belajar Demokrasi dan pancasila di kampus Ronowijayan itu, saya malu dan marah demokrasi di nistakan oleh dosen anda. Saya berharap ini menjadi perhatian serius untuk Ibu Maryam dan segenap Civitas akademika IAIN Ponorogo.

*Salam Hangat dan Hormat Selalu dari saya Teguh Kurniawan Jurnalis tinggal di Jakarta, pernah menimba ilmu di Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Syariah STAIN Ponorogo*

Sumber : Status Facebook Awan Kurniawan

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed