by

HTI Lagi

Ketika ia berbicara, “rakyat Indonesia tidak akan sejahtera kalau negara ini tidak menerapkan hukum-hukum yang ada di dalam Al-Qur’an,” telinga saya terasa gatal, maka saya pun coba menimpalinya. Ketika hendak mulai menimpali, ia bilang, “jangan dipotong dulu, mas Agus,” batin saya pun berucap, “kok tau nama saya?” Padahal baru pertama kali ini saya berjumpa dengannya. Saya pun manut menyimaknya.

Ketika ia hendak meneruskan “ceramahnya”, bapak yang menyapa saya tadi pamit undur diri mau pulang. Bapak yang baru datang pun ikut-ikutan. Sementara bapak si pemilik rumah langsung beranjak ke belakang entah ngapain.

Walhasil, di ruang tamu itu hanya ada saya dan pemuda yang dalam obrolan selanjutnya dengan terang-terangan mengaku bahwa dirinya adalah HTI. Gaya bahasa dan gerak tubuhnya, apalagi topi HTI yang dipakai di malam menjelang dini hari, menunjukkan sekali betapa bangganya ia sebagai HTI.

Setelah “ceramahnya” sudah tiba pada titik, saya pun hanya menimpali, “saya tidak setuju dengan ide Khilafah, tidak lain dan tidak bukan karena saya ikut para ulama’ dan kiai. Beliau-beliau jauh lebih paham tentang hal itu daripada saya, apalagi sampean.”

Bersamaan dengan itu, si pemilik rumah muncul, tapi nampak sekali ia tidak ingin ikut nimbrung. Saya pun menggunakan kesempatan itu untuk pamit undur diri. Selain sepertinya percuma meladeni orang model begini, waktu pun sudah menunjukkan hampir pukul satu dini hari.

“Kapan-kapan lah, mas Agus, kita diskusi lagi. Tapi jangan seperti itu. Saya tau mas Agus lebih tau soal agama daripada saya,” ajak pemuda itu.

“Wah, sampean berlebihan. Tapi, kalau benar sampean percaya kalau saya lebih tau soal agama, kenapa sampean gak manut saya? Hahaha….” si bapak pemilik rumah, yang mengantar sampai ambang pintu, ikut tertawa. Sementara pemuda itu hanya diam dan ia berkata kapan-kapan ingin ngobrol lagi.

***

“Siapa orang semalam itu, pak? Kok saya baru melihatnya” tanya saya pada bapak si pemilik rumah, yang hari esoknya main ke tempat saya.

“Halah, orang edan itu. Gak usah ditanggepi. Sok Islami. Sok paling bener sendiri. Orang-orang sudah paham itu. Makanya pada kabur, to..!! hahaha….”

***

Ormas HTI memang sudah bubar, tapi orang-orangnya masih terus gerilya. Seandainya pemerintahan yang baru, yang sebentar lagi akan dilantik ini, membuat program rehabilitasi bagi orang-orang HTI, kayaknya bagus. Nanti pemikiran mereka bisa diinstal ulang di tempat rehabilitasi itu.

Sumber : Agus Setyabudi

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed