by

Hakim Dalam Hukum Islam

Yang menarik adalah dalam sengketa perceraian. Ternyata kedudukan hakim juga teramat tinggi. Bisa saja sengketa perceraian itu diputuskan sebagai cerai oleh seorang hakim, namun bisa juga tidak dianggap sebagai cerai.

Oleh karena itulah maka ketika ada yang tanya ke saya, apakah perbuatan begini atau begitu sudah termasuk cerai, maka jawaban saya simpel : tanyakah ke pak hakim.

Hakim lah yang diberi wewenang oleh Allah SWT untuk memutuskan, apakah riwayat sebuah pernikahan akan berakhir disitu, ataukah akan diselamatkan dan diteruskan.

Bisa saja seorang sudah berkali-kali bilang pisah ke istrinya, tapi menurut hakim, semua itu dianggap tidak sah. Sehingga pasangan itu tidak diputus cerai. Itu semua wewenang seorang hakim.

Kita sebagai ustadz, tidak diberikan wewenang seperti seorang hakim. Kita cuma bisa berfatwa atau beropini, tapi yang punya kekuatan hukum adalah palu pak hakim.

* * *

Tentu apa yang diputuskan seorang hakim ada pertanggung-jawabannya di akhirat nanti. Dia akan dipertanyakan, kenapa memutuskan begini dan kenapa begitu di hadapan mahkamah akhirat. Siksaaan buat hakim tentu amat sangat berat.

Sebab wewenang yang Allah berikan itu bukan tanpa resiko. Wajar sekali di masa para shahabat, umumnya tidak ada yang mau diangkat jadi hakim. Tidak ada yang kampanye, atau mendekat penguasa minta jatah jabatan.

Tidak ada yang beralibi pura-pura ingin dakwah, padahal dia mengincar jabatan. Kalau dakwah, ya dakwah saja, apa urusannya pakai ribut minta jatah jabatan.

Sebab jabatan hakim itu resikonya teramat tinggi. Salah urusannya, malah masuk neraka. Tidak ada yang berani main-main dengan jabatan.

* * *

Lalu zaman berubah. Jauh sekali perubahannya. Kita agak pusing kalau membandingkan apa yang terjadi di masa para shahabat dengan yang terjadi di masa sekarang.

Sumber : Status facebook Ahmad Sarwat Lc MA

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed