by

Golkar dan Ketua Umumnya Yang Kontroversial

Oleh: Heru Margianto

Sebuah video yang menggambarkan Setya Novanto tertidur sambil berdiri dan nyaris terjatuh menjadi viral di media sosial. Saat itu para peserta Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar tengah berdiri, menundukkan kepala untuk mengheningkan cipta.

Setya yang berdiri di barisan depan bersama calon ketua umum lain juga menundukkan kepala. Badannya kemudian mengayun ke depan dan nyaris terjerambab sebelum akhirnya sadar dan membuka matanya. Setengah celingukan, Setya tampak tertawa.

Calon ketua umum Partai Golkar lainya, Airlangga Hartarto, yang berdiri persis di samping kiri Setya tampak tersenyum mendapati Setya nyaris kehilangan keseimbangan.

Airlangga mengaku seketika menahan tangan Setya agar tidak terjatuh. “Saya tahan tangan beliau. Saya tarik tangan beliau,” kata Airlangga.

Video itu merupakan hasil tayangan langsung TV One, televisi milik mantan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, yang merekam pembukaan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar di Nusa Dua Convention Center, Bali, Sabtu (14/5/2016) malam.

Kebetulan, kamera yang bergerak merekam peristiwa yang terjadi sekian detik tersebut. Potongan video itu diunggah ke media sosial dan menjadi viral.

***

Untuk urusan melawan jatuh, Setya memang jagonya. Ia memang lengser dari kursi Ketua DPR karena kasus “Papa Minta Saham”. Tapi, itu tidak membuatnya terjatuh sebagai politisi. Setya masih melenggang di DPR sebagai ketua Fraksi Partai Golkar.

Bahkan, di tengah kemelut partai beringin, ia dengan gemilang merebut kursi ketua umum partai dengan perolehan suara signifikan. Dari jumlah hak suara 554, Setya mengantongi 277, mengalahkan Ade Komaruddin yang mendapat 173 suara. Putaran kedua urung dilakukan. Ade paham tak ada guna.

Setya memang berpengalaman melawan jatuh, tidak hanya dalam soal tidur. Jejaring perkawanan, kemurahan hatinya sebagai teman, seolah menjadi tiang penyandar yang menahan dirinya terjerembab.

Cerita “papa minta saham” bukan cerita pertama. Ada sejumlah cerita lain yang gagal menjatuhkan Setya. Kita tidak tahu bagaimana cara Setya menahan dirinya untuk tidak tersungkur. Ia tidak pernah terbukti terlibat. Kita hanya tahu ia selalu selamat.

Cessie Bank Bali

Nama Setya muncul pertamakali dalam perkara hukum pada 1999 dalam kasus cessie Bank Bali (BB). Mungkin ini kasus hukum paling berat yang dihadapi Setya yang saat itu adalah Wakil Bendahara Partai Golkar. Kasusnya molor selama empat tahun dari 1999 sampai 2003. Ujungnya, happy ending buat Setya.

Ceritanya, Bank Bali saat itu memiliki piutang dari Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) sebesar Rp 904 miliar. Namun, BDNI tidak mampu bayar karena dilikuidasi.

Piutang itu lantas menjadi tanggungan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). BB berulangkali mengurus piutangnya kepada BPPN namun tak berhasil.

Setya Novanto, Direktur Utama PT Era Giat Prima (EGP), mengambil alih hak penagihan piutang BB ke BDNI. PT EGP ternyata berhasil mencairkan piutang tersebut. Atas jasanya, PT EGP mendapat fee atau uang jasa penagihan sebesar Rp 540 miliar.

Diduga, ada praktik tidak wajar di balik mulusnya pencairan piutang BB tersebut sehingga merugikan keuangan negara. Polisi turun tangan. Sejumlah orang ditetapkan menjadi tersangka termasuk Setya. Ia beberapa kali diperiksa polisi dan Kejaksaan Agung.

Kasus Setya molor bertahun-tahun hingga akhirnya pada 18 Juni 2003 Jaksa Agung kala itu, MA Rachman, mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk Setya Novanto. Setya tidak jadi jatuh.

Limbah Beracun

Nama Setya sempat disebut-sebut dalam kasus impor limbah B3 (bahan beracun berbahaya) yang ditemukan di Pulau Galang Baru, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Akhir September 2004, media massa mengangkat soal penimbunan ribuan kantong “material organik” di Pulau Galang. Dari ribuan kantong itu, ditemukan limbah B3 seberat 1.149 ton.

Pemilik timbunan itu adalah PT Asia Pacific Eco Lestari (APEL) yang mengimpor “material organik” tersebut dari Singapura melalui Asia Resources Enterprises Ltd. Setya adalah Komisaris PT APEL.

Dalam dokumen kepabeanan disebut, material organik itu adalah pupuk. Namun, hasil analisa Sucofindo, Australia Laboratory Services Indonesia, dan Badan Tenaga Nuklir Nasional, “material organik” tersebut mengandung limbah radio aktif.

Komisi VII DPR yang membawahi persoalan lingkungan hidup bahkan membentuk Panitia Kerja (Panja) Penanganan Bahan Beracun Berbahaya untuk menindaklanjuti kasus ini.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan hukuman enam bulan penjara kepada Rudi Alfonso, Direktur PT APEL. Setya tak tersentuh.

Beras Vietnam

Usai urusan limbah beracun, pada 2006 nama Setya kembali disebut dalam kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton.

Setya yang saat itu menjadi Ketua DPP Partai Golkar bersama Direktur Utama PT Hexatama Finindo, Gordianus Setyo Lelono, dilaporkan ke polisi oleh Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) atas dugaan tindak pidana kepabeanan, pajak, penggelapan, dan penipuan.

Kasus yang dilaporkan terkait impor beras oleh Inkud dari Vietnam Southern Food Corporation. Menurut laporan itu, pada Februari-Desember 2003, Setya dan Setyo diduga dengan sengaja memindahkan 60.000 ton beras yang diimpor Inkud dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Padahal, bea masuk dan pajak beras itu belum dibayar. Kerugian negara diperkirakan sebesar Rp 122,5 miliar.

Setya sempat diperiksa penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada 27 Juli 2006 sebagai saksi. Setya juga sempat dimintai keterangan oleh Badan Kehormatan DPR. Ia membantah terlibat dalam kasus ini.

PON Riau

Masih ada lagi. Pada tahun 2014 nama Setya kembali muncul dalam pusaran kaus suap penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Riau pada 2012. Dalam kasus tersebut mantan Gubernur Riau Rusli Zainal divonis 14 tahun di tingkat kasasi.

Rusli dijerat dua kasus yaitu soal penyalahgunaan izin kehutanan dan suap dalam kasus PON. Dalam kasus PON ia dinyatakan terbukti memberikan uang suap kepada sejumlah anggota DPR sebesar Rp 900 juta.

Nah, nama Setya disebut oleh mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau Lukman Abbas saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru dalam persidangan Rusli.

Lukman bercerita, awal Februari 2012, ia pernah menemani Rusli untuk mengajukan proposal bantuan dana APBN untuk keperluan PON melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga senilai Rp 290 miliar. Proposal itu, kata Lukman, disampaikan Rusli kepada Setya Novanto di ruang kerja Setya.

Untuk memuluskan pencairan dana, kata Lukman, harus disediakan dana 1.050.000 dollar AS (atau sekitar Rp 9 miliar). Setelah pertemuan tersebut, Lukman mengaku diminta menyerahkan uang kepada anggota Komisi X DPR Kahar Muzakir. Lukman kemudian menemuinya di lantai 12 Gedung Parlemen dan menyerahkan 850.000 dollar AS kepada ajudan Kahar.

KPK sempat menggeledah ruang Setya dan Kahar di DPR. Baik Setya dan Kahar membantah kesaksian Lukman.

E-KTP

Belum selesai. Tahun 2013 nama Setya kembali menyembul dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik di Kementerian Dalam Negeri.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat menuding Setya dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai pengendali proyek e-KTP. Menurut Nazaruddin, Setya membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR.

Setya juga disebut Nazaruddin mengutak-atik perencanaan dan anggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. 

Setya membantah terlibat, apalagi membagi-bagikan fee. Dia mengaku tidak tahu-menahu soal proyek e-KTP.

Kasus e-KTP masih dalam proses penyidikan KPK. Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto telah ditetapkan sebagai tersangka.

Suap Ketua MK

Tahun 2014 nama Setya juga muncul di seputar kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. KPK mengusut dugaan keterlibatan Setya dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara sengketa pilkada Jawa Timur di Mahkamah Konstitusi dengan tersangka mantan Ketua MK Akil Mochtar.

Ada rekaman pembicaraan melalui BlackBerry Messenger antara Akil dan Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Jatim sekaligus Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Zainuddin Amali.

Dalam percakapan itu Akil meminta uang Rp 10 miliar dari Zainuddin. Akil menyebut Setya membiayai sengketa Pilkada Jawa Timur.

Setya membantah ada permintaan uang dari Akil. Cerita selesai.

***

Setya memang pandai melawan jatuh. Partai Golkar pun demikian. Euforia reformasi yang menumbangkan kekuasaan Orde Baru Soeharto tak lantas membuat beringin tumbang.

Golkar tahu, salah satu cara untuk melawan jatuh adalah bersandar. Maka, tak ada dalam sejarahnya Golkar menjadi oposisi.

Meski tak pernah memenangi pemilihan presiden, Golkar tak pernah lepas dari lingkaran kekuasan. Baik di masa Orde Baru atau Reformasi, Golkar selalu bersandar pada kekuasaan.

Begitu pula Golkar di bawah Setya. Beringin yang bersimpang jalan dengan pemerintah di era Aburizal Bakrie kini memilih untuk kembali bersandar pada kekuasaan dan meninggalkan Gerindra sendirian di pojokan sana.

Setya memang pandai melawan jatuh. Soal kasus etika,….ah sudahlah, sampai sini saja.** (ak)

Sumber : kompas.com

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed