by

Gibran

Saat dia keluar, saya pun beranjak. Terjadilah pertemuan yang seolah tak disengaja seperti adegan film “Hitch”. Saya menyapa. Eh dia balas dengan senyum ramah. Kesan bahwa Gibran itu pendiam, cuek, apalagi sombong, benar-benar tidak ada. Saya gunakan kesempatan itu baik-baik. Saya kenalkan diri. Dia sudah tahu saya atau pura-pura tahu biar saya tidak isin. Entahlah.

Rupanya dia lagi menunggu seseorang. Kami pun mengobrol lumayan panjang. Ternyata dia sosok yang cerewet kalau bicara soal bisnis. Dia juga orang yang menghormati lawan bicara. Ada 10 menit lebih kami mengobrol. Soal Kota Solo, soal bisnis, soal parenting dll. Dia ini intelek dan wawasannya sangat luas. Ada beberapa informasi soal bisnisnya, yang selama ini tak diketahui masyarakat. Namun bukan itu yang mau saya katakan. 

Setahun setelah pertemuan itu, tanpa diduga oleh banyak orang, Mas G mengutarakan niatnya mencalonkan diri sebagai Walikota Solo. Orang-orang pun ramai. Ada yang pro ada yang kontra. Di antara yang kontra, ada yang bilang Gibran terlalu hijau. Belum pantas jadi pemimpin. Biarlah yang tua dulu yang lebih berpengalaman, kata mereka. 

Hijau? Ya, itu kesan saya juga dulu. Tapi sekarang dia bukan lagi anak muda tanggung dan canggung. Sekarang Mas G adalah sosok yang berbeda. Bertambahnya usia, tugas menjadi ayah dua anak dan memimpin belasan usaha, telah menempanya. Dia kini jauh lebih matang. 

Saat ini Mas G lagi rajin blusukan untuk melihat dari dekat kondisi warga. Warga Solo pun bisa melihat sendiri dari dekat sosok Gibran. Orang mungkin membandingkan dengan bapaknya. Pak Jokowi bukan orang yang suka mengumbar kata-kata. Gibran pun demikian. Gibran dan bapaknya adalah orang yang bicara secukupnya. Namun yang jelas mereka sangat “nguwongke wong”. Bisa dilihat dari ekspresinya, bahasa tubuhnya, pilihan katanya.

Pertemuan terakhir dengan Mas G di Warung Sate Pak Dahlan dekat rumahnya, beberapa waktu lalu. Saya sama teman-teman. Dia ada acara dengan wartawan. Gaya bicara, intonasinya, tertata rapi. Walau demikian menurut saya Mas G butuh terus belajar dan juga jam terbang. Kalau DPP ternyata merekomendasikannya maju sebagai Cawali, dia akan jadi buruan kuli tinta. Dia perlu lebih rileks lagi saat wawancara door stop di hadapan wartawan.

Yang menarik sehabis makan sate, Mas G berinisiatif menemui si ibu pemilik warung. Mereka mengobrol dulu dan foto bersama. Sebelum balik ke rumah, Mas G dengan takzim berpamitan, salim sampai membungkuk. Si ibu pun terharu. 

Ya, Gibran sudah matang dan dewasa.

 

(Sumber: Facebook Niken Satyawati)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed