by

Front Pembela Islam dan Raport Merahnya

Pada akhir tahun yang lalu, FPI juga melakukan aksi penghakiman sepihak terhadap seorang anak remaja yang dalam jejaring media sosial mereka sebut telah menghina pemimpin mereka. Dalam sebuah video tersebut, anak remaja tersebut diintimidasi oleh beberapa laki-laki dewasa yang mengatasnamakan FPI.

FPI memang sering melakukan aksi secara sepihak, maka tak heran kemudian banyak yang menyebutkan bahwa ormas tersebut adalah ormas vigilante. Seperti juga yang dialami oleh Majalah Tempo pada hari Jum’at (16 Maret 2018) yang lalu. Media tersebut didemo FPI di kantor mereka karena dalam majalahnya pada edisi yang terbit akhir bulan yang lalu menampilkan karikatur antara seorang laki-laki bersorban yang sedang berbicara dengan seorang perempuan di sebuah ruangan. Karikatur tersebut sebenarnya terinspirasi oleh percakapan yang populer dalam film roman Ada Apa dengan Cinta (AADC) 2.

Dalam karikatur di Majalah Tempo tersebut disebutkan seorang lelaki bersorban berkata “Maaf…Saya tidak jadi pulang”. Dan sang perempuan di depan lelaki bersorban tersebut menjawabnya dengan kata-kata yang persis dengan apa yang diucapkan tokoh Cinta dalam film AADC 2 “Yang kamu lakukan itu JAHAT”. Sebenarnya kalau kita mencermati lebih seksama apa yang ingin disampaikan dalam karikatur tersebut adalah sebuah harapan supaya Habib Rizieq Syihab yang sedang mempunyai perkara hukum dan tak kunjung-kunjung pulang dari Arab Saudi untuk segera menyelesaikan kasus hukum yang menimpanya.

Dan anehnya, produk jurnalistik Majalah Tempo tersebut mereka sebut sebagai penghinaan terhadap ulama’ mereka. Dan terlebih lagi yang menjadi persoalan adalah mereka dalam aksi demo dan negosiasi di kantor Tempo juga diwarnai oleh intimidasi. Padahal, seharusnya kalau FPI menghormati hukum, secara prosedural mereka melaporkan keberatan mereka kepada Dewan Pers. Dewan Pers akan memutuskan apakah produk jurnalistik Majalah Tempo tersebut melanggar prinsip-prinsip jurnalistik ataukah tidak.

Dari sekian aksi persekusi dan intoleransi yang dilakukan oleh FPI, seringkali tidak mempunyai konsistesi untuk melakukan apa yang mereka sebut sebagai amar ma’ruf nahi munkar. Hal itu terjadi pada saat tahun 1998 ketika terjadi gelombang demonstrasi yang menuntut demonstrasi oleh mahasiswa. Justru sebaliknya, FPI tidak terlibat mendukung gerakan massa yang berusaha menggulingkan rezim Suharto –sebuah rezim politik yang juga sering melakukan pemberangusan terhadap ormas Islam. FPI justru bergandengan tangan secara mesra dengan Jendral Wiranto, yang saat itu menjadi panglima militer dan tentunya loyalis Suharto. Dari situlah kemudian terbentuk Pam Swakarsa, orgasnisasi yang menghadang aksi gerakan reformasi. Dan FPI masuk menjadi bagain dari organisasi anti reformasi bentukan loyalis Suharto tersebut.

Paradoks lain adalah FPI seringkali melakukan kritik pedas terhadap kelompok yang bersebrangan pemikiran dengan mereka di ruang publik. Akan tetapi dalam praktiknya dan banyak dibuktikan (salah satunya kasus karikatur Majalah Tempo) malah menampakkan bahwa mereka adalah anti kritik dan malah berujung pada aksi intoleransi. Sepertinya mereka memang tidak siap untuk menghargai perbedaan pendapat dari orang lain dan merasa paling benar sendiri. Apakah memang demikian ajaran Islam itu?

Sumber : islami.co

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed