by

Friksi di PKS

 

Mashadi bercerita, saat PKS masih jadi PK, partai tersebut benar-benar menjadi partai dakwah. Bahkan saat itu semua elitenya masih miskin, termasuk Hilmi Aminuddin, Ketua Majelis Syuro dan Anis Matta, mantan presiden PKS. “Dulu mereka itu miskin, Anis, Hilmi dulu itu miskin, tetapi sekarang Anis mobilnya mewah, Hilmi punya ‘kerajaan’ di Bandung. Dari mana itu,” ujarnya. “Sekarang ini elitenya semakin makmur, sikap rela berkorban pun sudah tidak pernah seperti dulu lagi,” terangnya. Tak cuma Mashadi, sebelumnya mantan pendiri PK yang lain, Yusuf Supendi telah lama berteriak lantang menyerang PKS. Supendi mengkritisi banyaknya kader PKS yang poligami.

Belum lagi masalah perseteruan PKS dengan Fahri Hamzah yang berakhir dengan pemecatan Fahri Hamzah. Kabar terbaru bahkan PKS memboikot dan melarang kadernya menghadiri acara deklarasi Anis Matta sebagai Capres 2019. Mereka saling cakar-cakaran dan ribut sendiri tapi di luar justru bikin gaduh dengan jualan mug, kaos, spanduk dan kampanye “2019 Ganti Presiden”.

Saya akui dulu saya juga adalah pendukung PKS bahkan ikut kampanye ke orang-orang untuk memilih PKS (dulu namanya PK) karena menurut saya inilah satu-satunya partai yang bersih dan membawa harapan bagi Indonesia. Tapi makin lama saya jadi makin muak dengan kelakuan para kader partai ini terutama saat Pilpres 2014 dimana partai dakwah yang mereka emban justru terasa menjadi seperti partai fitnah (ahlul fitnah wal jamaah). Betapa munafiknya mereka dimana saat bergabung dengan pemerintahan SBY tak ada satupun isu PKI muncul. Di saat mereka mendukung Jokowi di Solo juga tak ada satupun isu PKI muncul. Baru ketika mereka berhadapan dengan Jokowi di Pilpres 2014 isu PKI ini terus digaungkan bahkan hingga hari ini.

Tapi saya berharap di bawah kepemimpinan Sohibul Iman partai ini bisa kembali waras dan kembali pada jalur dan khittahnya yang benar berdasarkan hati nurani dan esensi agama kembali bukan soal rebutan kursi dan jatah kue kekuasaan saja. Di bawah kepemimpinan Sohibul Iman lah si tukang nyinyir Senayan Fahri Hamzah dipecat, dan kita tahu bahwa kubu Fahri, Anis Matta dan Tifatul Sembiring adalah kubu garis keras dan militan yang mungkin telah sukses membuat PKS dibenci banyak orang.

Akibatnya adalah PKS terancam jadi partai gurem dan kehilangan kursi di Senayan sehingga akan menjadi sosok boneka tanpa ruh lagi. Jika di Pileg 2014 mereka masih bisa mendulang suara 6,79% dari pendukungnya yang militan maka di Pileg 2019 nanti ada kemungkinan suara mereka akan turun drastis. Survey yang dilakukan oleh Cyrus Network menunjukkan bahwa elektabilitas PKS hanya sekitar 3,5 persen dan ini sudah cukup bisa membuat PKS ditendang keluar dari Senayan dan tidak bisa nyinyir dan bikin gaduh lagi karena aturan Parliamentary Threeshold dengan ambang batas suara 4%.

Dan jika benar PKS nanti terlempar dari Senayan maka besar kemungkinan perseteruan antara Cebong vs Kampret yang selama ini bisa kita nikmati sebagai dagelan yang seru dan konyol bakal tidak ada lagi dan nubuat agung bahwa “Semua akan Kecebong pada waktunya” mungkin akan menjadi keniscayaan sejarah yang tak terhindari lagi…..

Salam Kecebong

 

(Sumber: Facebook Muhammad Zazuli)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed