by

Freeport, Perang Di Atas Meja

Dan Freeport juga menjaga dirinya juga melalui pasal2 dalam Kontrak Karya yang menguntungkannya. Pasal yang dibangun bersama para pengacara dan pejabat lokal yang dibayarnya. Pasal-pasal inilah yang menjaganya dari kemungkinan ia dimiliki secara maksimal oleh pemerintah Indonesia.

Selain itu, Freeport juga sangat diuntungkan dengan peraturan pemerintah yang tumpang tindih terhadap usaha pertambangan. Dan karena peraturan di kita juga yang tidak kalah “sesatnya”, maka Freeport bisa berdalih untuk kembali pada pasal di Kontrak Karya bahwa “Freeport akan tunduk pada peraturan yang memudahkan dan menguntungkan mereka”.

Dahsyat bukan ?

Jadi kita harus paham bagaimana pusingnya Menteri Jonan dan Wamen Arcandra Tahar untuk menguliti satu persatu pasal, baik dalam Kontrak Karya maupun peraturan tumpang tindih yang dibuat pemerintah pada masanya.

Meski begitu, para punggawa Jokowi ini tidak menyerah. Mereka terus mendesak Freeport untuk mematuhi peraturan yang ada, yang menguntungkan pemerintah.

Kalau sudah terdesak begini, jurus lama Freeport keluar, yaitu ancaman. “Kami akan memecat ribuan karyawan karena kami tidak sudah tidak mampu lagi produksi..” Jurus andalan yang sangat kita kenal, yaitu terzolimi. Bahasa Suroboyonya “Playing Victim”.

Sebenarnya pemerintah kita sudah baik sebaik2nya. “Okelah, daripada tidak produksi bagaimana kalau kita perpanjang sedikit kemudahan supaya Freeport bisa produksi dan ekspor konsetrat ?” Tapi dengan catatan bahwa Freeport harus mulai bangun smelter.

Dan lagi-lagi Freeport tidak tunduk, hanya “hangat2 tai dinosaurus”. Ia tetap tidak membangun smelter sesuai yang diperintahkan. Dan ketika ditagih, mereka kembali membuka Kontrak Karya lama mereka dan berpegang pada pasal “Freeport akan tunduk pada peraturan yang memudahkan dan menguntungkan mereka”.

Wat de pak..

Freeport mendadak menjadi perusahaan politis, padahal negara mendudukkan mereka untuk bernegosiasi secara jantan layaknya dua perusahaan besar yang bertarung.

Bahkan, informasi 300 karyawan yang dipecat adalah bagian strategi perang Freeport untuk membuat pemerintah Indonesia menjadi “tersangka”, padahal 300 karyawan itu dirumahkan sementara karena Freeport tidak mampu memaksimalkan ekspornya. Perang diatas meja dilanjutkan dengan perang melalui media..

Kalau sudah memahami akar masalahnya, di tulisan selanjutnya kita akan bicara mitos Freeport yang dibongkar oleh pemerintah kita..

Seruput kopi dulu ah…**

Sumber : Facebook Denny Siregar

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed