by

Freeport dan Indosat

Indosat atau perusahaan telekomunikasi lainnya tidak memiliki frekuensi itu. Asset itu tetap milik negara yang kapan saja bisa pemerintah ambil alih apabila perusahaan telekomunikasi melanggar aturan. Sementara freeport Indonesia, berbeda. Konsesi yang diberikan kepada freeport adalah asset negara. Namun nilainya setiap tahun berkurang seiring dengan volume exploitasi tambang. Belum lagi kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Walau begitu pemerintah tetap dapat fee bagi hasil dan pajak, yang nilainya tidak sebanding dengan besarnya pendapatan freeport atas pengurasan SDA itu. Itu sebabnya pemerintah harus ambil alih agar pendapatan negara lebih optimal atas SDA yang ada.

Kalau pendapatan Indosat 100 maka sumber daya yang digunakan hampir 90% dan laba tidak lebih 10%. Mengapa ? Karena penyertaan negara hanya berupa virtual, frekuensi. Yang tak bisa dijual langsung tanpa ada value add tekhnologi dan SDM hebat. Sementara freeport , pendapatan 100, sumber daya modal hanya 8% untuk mendapatkan laba 92. Karena konsesi negara dalam bentuk material yang bisa langsung dijual tanpa perlu Tekhnlogi value add. Kalau pemerintah buyback saham Indosat dengan harga pasar maka yang pasti ketawa adalah pemegang saham Indosat. Mengapa? Nilai saham Indosat sekarang 10 kali dari harga saham ketika Indosat dijual. Mereka dapat capital gain.

Nah pertanyaannya adalah mengapa kita harus ambil alih saham Indosat yang tingkat labanya tidak lebih 10%. Kan lebih baik uang yang ada digunakan untuk yang lain yang lebih besar manfaatnya. Jadi provokasi dengan nada satire mendesak janji Jokowi mem buyback saham Indosat adalah provokasi terbodoh. Mengapa ? Secara bisnis tidak menguntungkan bagi negara. Bagaimana dengan janji politik Jokowi ? apa yang dikatakan Jokowi itu adalah janji politik yang ketika dia sedang kampanye. Jokowi berpikir sederhana sepanjang pertanyaan soal Indosat itu berhubungan dengan sumber daya negara dan keadilan tentu dia akan buyback. Tetapi setalah jadi presiden, Jokowi tahu bahwa di Indosat itu tidak ada ketidak adilan. Itu hanya Business as usual yang mana negara memberikan konsesi virtual untuk mendapatkan bagi hasil dan berbagai pajak untuk ngongkosi APBN.

Sumber : facebook Dewa Aruna

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed