by

FPI Ormas Banyak Aksi Minim Literasi

Adanya Majlis Tarjih menjadikan pemikiran warga Muhammadiyah terus berkembang dan modern. Seperti halnya NU, sumber ilmu di Muhammadiyah tidak hanya datang dari satu ustadz. Masing-masing ustadz di Muhammadiyah saling melengkapi satu sama lain. Mereka juga mempunyai tingkat literasi yang bagus.

Memiliki forum keilmuan menambah varian kegiatan positif warga NU dan Muhammadiyah. Selain berdakwah, membina ummat, dan memajukan peradaban, adanya forum keilmuan menjadikan warga Muhammadiyah memiliki tingkat keilmuan yang baik, sehingga kemudian menjadikan mereka lebih moderat, bijaksana, dan toleran. Tak berlebihan jika NU dan Muhammadiyah disebut-sebut sebagai benteng NKRI. Mereka tidak hanya fokus beraksi, tapi juga mengembangkan keilmuan secara terus menerus.

Hal ini yang sepertinya tidak terlihat di FPI. Entah saya yang terlalu kuper dengan FPI, atau memang hal yang nampak di NU dan Muhammadiyah tak nampak di FPI. Saya tidak tahu apakah di FPI ada forum keilmuan seperti Bahstul Masail NU dan Majlis Tarjih Muhammadiyah. Namun nampaknya, FPI lebih sibuk melakukan aksi, sehingga lupa untuk mengembangkan keilmuan.

Jika di NU dan Muhammadiyah kita akan menemukan begitu heterogen, banyak varian dan corak pemikiran serta pendapat, diskusi yang begitu hidup, serta sikap saling toleran dan menghargai pendapat satu sama lain, hal ini tak terlihat di FPI. Di FPI terlihat sangat homogen, seperti hanya ada satu sumber ilmu yaitu dari Imam Besar, serta tidak nampak diskusi-diskusi yang melahirkan banyak pendapat, sehingga kemudian bisa terbentuk benih-benih saling menghargai dan toleransi.

Hal ini yang mungkin mempengaruhi tingkat emosional anggota FPI. Semakin luas ilmu, tahu banyak pendapat, literasinya bagus, bacaannya banyak, maka tingkat emosionalnya semakin menurun. Orang semakin ‘alim, akan semakin bijaksana, mudah memaafkan, serta bisa toleran. Sebaliknya, semakin minim ilmu, bacaan, serta tak biasa berdiskusi menyebabkan orang mudah emosi, tidak bisa menerima perbedaan, dan menganggap bahwa pendapatnya yang paling benar.

Tak ada anggota yang berani berbeda pendapat apalagi membantah fatwa Habib Rizieq. Fatwa Habib Rizieq adalah titah yang harus diikuti dan diimplementasikan oleh seluruh anggota FPI. Habib Rizieq sepertinya telah ‘men-setting’ agar di FPI hanya ada fatwa tunggal yang harus diikuti, yaitu yang datang dari dirinya selaku Imam Besar. Hal ini menyebabkan anggota FPI bak ‘kerbau’ yang dicocok hidungnya, yang tak pernah membantah serta tanpa banyak bertanya langsung melaksanakan apa yang menjadi titah Imam Besar. Menjadi bisa dimengerti ketika ada seruan aksi, tanpa waktu lama massa FPI sudah langsung terkumpul dan siap beraksi.

Habib Rizieq sepertinya memang lebih mengedepankan banyak aksi yang dilakukan oleh anggota FPI, dibanding literasi. Seolah, FPI sudah tidak butuh pengembangan keilmuan. Tugas mereka seolah hanya melakukan aksi, berdakwah dan beramar ma’ruf sesuai dengan gaya khasnya. Unjuk rasa menentang kebijakan pemerintah, melakukan sweeping terhadap tempat-tempat maksiat, bentrok dengan masyarakat, menutup tempat ibadah agama lain, mengecam ormas lain, berurusan dengan aparat, melaporkan orang yang dianggap menista agama, adalah sederet aksi-aksi yang telah dilakukan oleh FPI. Meskipun terkadang aksi mereka diganjar dengan hukuman penjara, namun seperti tak pernah ada kata jera.

Soal minimnya literasi anggota FPI juga dikeluhkan oleh KH. Ahmad Ishomudin (Gus Ishom). Menanggapi aksi FPI melaporkan Gus Muwafiq ke polisi, beliau meminta FPI jangan reaksioner dan berlebihan. Beliau juga menyarankan agar FPI lebih banyak membaca. Menurutnya, jika orang memiliki ilmu mendalam, maka akan bersikap bijaksana dan tidak akan mudah menyalahkan orang lain.

 

(Sumber: Facebook Saefudin Achmad)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed