by

Fenomena Awam Relijius di Negeriku

Oleh : Ahmad Zainul Muttaqin

1. Kemarin saya melihat postingan seorang muslimah di fb yang mengupload foto seorang wanita berjilbab mengenakan kalung salib. Setelah dia tanya ternyata wanita tersebut seorang Nasrani. Lalu si muslimah pengupload tersebut menyebutnya sebagai “penistaan terhadap islam.”

2. Dulu juga ramai bersliweran di media sosial postingan beberapa wanita dan anak-anak Nasrani Orthodoks yang sedang beribadah mengenakan jilbab/kerudung, lalu mereka tulis “Berhati-hatilah telah muncul agama baru yang meniru-niru islam”

3. Bahkan yang terbaru kemarin, hanya karena Agnesmo memakai kostum panggung seksi dengan tulisan arab المتّحدة lalu sebagian muslim heboh menyebutnya sebagai penistaan terhadap islam, padahal tulisan tersebut hanya bermakna persatuan.

Sebegitu ‘mengerikan’-nya kah potret kejumudan umat islam di negeri ini?

Saya sebagai muslim justru merasa sangat aneh jika melihat simbol-simbol seperti jilbab dan huruf arab diidentikkan hanya dengan agama islam saja.

Pada zaman jahiliyah sebelum Rasulullah lahir, bahasa arab itu merupakan bahasa sehari-hari bangsa jahiliyah tersebut. Bahkan mereka menjadikan syair-syair arab sebagai ukuran intelektualitas.

Kaum Kristiani di Mesir, Suriah, Palestina dan Iraq setiap hari menyanyikan lagu rohani mereka memuji Yesus dan Bunda Maria pun dengan berbahasa arab.

Bahkan jauh sebelum datangnya Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, para wanita Nasrani Orthodoks sudah mengenakan kain penutup rambut setiap beribadah. Bahkan para Biarawati pun mengenakannya sehari-hari. Lalu apa itu penistaan terhadap islam?

Banyak saudara kita disini yang cakrawala beragamanya masih sangat sempit. Mereka tidak sadar bahwa apa yang dijalankan agamamu belum tentu milik agamamu sendiri. Bisa jadi simbol-simbol agama yang kau sebut syar’i itu juga merupakan simbol-simbol agama samawi lainnya.

Inilah fenomena awam religius di negeri kita. Dan sayangnya jumlah mereka sangat banyak di negeri ini. Kaum relijius dangkal dan sempit yang memahami agama hanya dari kulit dan simbol-simbol.

Dan orang-orang seperti inilah sasaran potensial cuci otak intoleransi dan takfirisme. Kaum ini akan ‘terhipnotis’ begitu melihat para ustadz bersorban, bergamis dan berjenggot lalu mengikutinya tanpa kritis.

Mendengar ustadz-ustadz yang pandai mengutip teks agama dan sepenggal kalimat berbahasa Arab, awam relijius ini akan tunduk rebah menelan semua ujaran kebenciannya. Apalagi mendengar buaian surga dan janji 72 bidadari, para awam relijius ini pun akan rela mati menjemput ‘jihad’ dimanapun mereka diarahkan untuk ‘berjihad’.

Proses pencarian agama mereka terhenti di ranah kulit. Dan tidak aneh orang-orang ini sangat menggandrungi para selebritis mendadak ustadz dan para muallaf mendadak ustadz (ahh you know lah siapa).

Dalam kitab Al Wala’ wal Bara’ disampaikan sebuah kalimat singkat, “Waspadalah terhadap para ahli ibadah yang bodoh”, mereka sungguh bersemangat dalam ghiroh agama. Namun sayangnya karena tanpa dibekali kecerdasan dan daya kritis, mereka justru menjadi duri dalam islam yang hakikatnya ajaran yang ‘Hanifiyyatus Samhah’ >> semangat mencari kebenaran dengan lapang dada & toleran tanpa fanatisme sempit.

Entah apa yang ada dalam mindset islam para manusia simbol ini. Di satu sisi, mereka merasa dihinakan jika simbol-simbol agama mereka dipakai umat agama lain seraya mereka sebut itu “penistaan”. Tapi anehnya mereka tidak pernah marah jika simbol agama mereka seperti kalimat Tauhid dipakai untuk berbuat barbar dan terorisme seperti yang dilakukan ISIS (padahal itu jelas-jelas merupakan simbol eksklusif islam).

Mereka tidak pernah marah teriakan Takbir digunakan untuk mengebom masjid dan warga sipil. Mereka juga tidak marah simbol-simbol eksklusif islam tersebut digunakan para teroris untuk menyembelih tawanan hidup-hidup seraya dengan bangga menenteng kepala korbannya sembari pamer telunjuk ke atas lambang bertauhid.

Dan tidak aneh, golongan muslim jumud seperti ini biasanya yang paling doyan memakan berita dari media-media radikal ‘sumbu pendek’ berbau ‘religius’ macam sejenisnya yang doyan mencitrakan agama ini dengan fanatisme sempit dan intoleransi.

bahkan mgkn bisa saja nanti di masa depan simpang perempatan jalan juga akan di permasalahkan karena di bilang simbol kristenisasi.. wkwkwk..

Ya, beginilah gambaran awam relijius di negeriku.**

Sumber : Facebook Ahmad Zainul M

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed