by

Felix Siuaw, Muallaf yang Melampaui Batas

Felix Siauw adalah salah satu muallaf itu. Orang yang baru saja pindah agama dengan segala keterbatasan ilmunya. Ia murtad dari agama sebelumnya, dengan embel-embel telah mendapat pencerahan. Esok, bisa jadi ia pindah agama lagi jika mendapat pencerahan baru. Orang yang tidak memiliki kesetiaan beragama ini kemudian dijadikan jargon pemurnian agama. Seorang muallaf pendobrak. Ia menyalahkan pendiri bangsa, para ulama Aswaja. Mempertanyakan nasionalisme dan keislaman moderat.

Padahal seorang muallaf, meski telah dua puluh tahun memeluk islam sekalipun berhak menerima zakat, karena kadar keislamannya dipertanyakan. Namun muallaf yang jelas serba fakir ilmu seperti Felix Siauw ini merasa ‘allamah melampaui ulama-ulama sepuh Nusantara. Ia lahir dari organisasi terlarang bernama HTI. Tidak mau mengakui Pancasila sebagai dasar negara (sesuai pemberitaan muslimoderat,net). Tidak menerima sistem demokrasi dan ingin menggantinya dengan sistem khilafah. Orang ini tersesat ke ceruk yang sangat dalam, tapi menuduh orang lain yang ada di jalur yang benar, sebagai yang tersesat.

Menghadapi makhluk tak tahu diri seperti Felix Siauw ini menimbulkan rasa malu luar biasa. Tahun-tahun panjang mempelajari agama islam menjadi sia-sia. Rasa hormat pada Kyai sepuh dan ulama Nusantara seolah tak berguna. Tiba-tiba saja orang yang bodoh dalam hal agama, yang baru saja murtad dari agama sebelumnya itu, mengobarkan permusuhan atas nama islam. Agama yang saya peluk sejak lahir, yang saya daras siang-malam dari berbagai guru sejak kanak. Ia yang bahkan tidak sepadan jika dibandingkan dengan saya ini berani-beraninya memusuhi NU, memusuhi Banser, memusuhi ulama-ulama yang jauh lebih alim dari saya.

Felix baru masuk islam di kisaran tahun 2002-2003, tahun itu saya sudah berceramah ke mana-mana, meski untuk tingkatan pelosok kampung. Saya sudah berani menyebut diri sebagai macan podium. Tahun itu saya sudah mempelajari dasar-dasar kitab kuning dan lulus dengan nilai terbaik dari pesantren pertama. Tentunya sesudah melalui pendidikan agama dari keluarga, kemudian madrasah diniah dan tsanawiyah selama tujuh tahun lebih. Masih pula dilanjutkan ke pesantren lain untuk kilatan. Dan proses pembelajaran itu terus berlanjut sampai sekarang. Meskipun begitu, saya tidak berani menyebut diri ulama. Menyebut diri ustadz saja tidak berani, padahal pernah mengajar di madrasah tsanawiyah dan menjadi guru ganti di aliyah.

Provokasi Felix Siauw, juga keanggotaannya sebagai ormas terlarang (HTI), sudah cukup meresahkan. Kejadian di Bangil tempo hari adalah puncak dari kemarahan dan kegelisahan warga. Felix tentunya membangun opini berbeda dan berusaha membelokkan pemberitaan sesuai versinya. Orang ini (dan kelompok undergorundnya) seolah mengganggap diri lebih islam dari jutaan nahdliyin. Ia sengaja menyusup, berpura-pura sebagai saudara untuk merebut dukungan mereka. Beberapa orang dungu, dengan pengetahuan agama minim, banyak yang terhasut. Felix dianggap mujahid, pendakwah yang dizalimi.

Padahal bisa jadi ia adalah versi lain Christiaan Snouck Hurgronje yang menyusup dalam islam di jaman penjajahan Belanda dulu?

Drama muallaf yang melampaui batas itu terus berlanjut. Terus terang saya malu berada satu perahu dengannya. Sepak terjangnya yang meresahkan dengan membawa nama islam, membuat saya kadang sampai pada keputusan krusial, Felix atau saya yang mesti keluar dari agama ini?

Sumber : Status Facebook Kajitow Elkayeni

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed