by

Entah Kenapa Saya Lebih Asyik Gus Ulil Jil Dibanding Gus Ulil Ihya

Tema-tema kajian progresif seputar nikah beda agama, Nabi perempuan, imam shalat perempuan, kesetaraan gender, radikalisme, terorisme, pluralisme, sekularisme, liberalisme, murtad, termasuk wacana seksualitas (LGBT), saya mendapatkannya semua di JIL. Saya belum pernah mendapatkan pemikiran keislaman sekaya dan sebebas dengan apa yang pernah dikaji JIL. Apalagi jika narasumbernya adalah salah satu dari trio JIL, masya Allah, itulah yang memang ditunggu-tunggu. Selain kaya akan wacana, trio JIL juga mampu berbicara yang sistematis, menunjukkan sebagai intelektual-akademis sejati.

Karena itulah, sampai hari ini saya tetap merasa lebih asyik dengan Gus Ulil yang JIL, bukan Gus Ulil yang Ngaji Ihya. Entah ada angin apa JIL malah bubar, sekalipun orang-orangnya masih ada. Saya tidak bisa membayangkan andai saja Gus Ulil, Cak Moqsith dan Pak Luthfie masih liberal, Indonesia pasti tetap bergairah. Setelah bubar, Gus Ulil memang banyak ngaji online, setelah sebelumnya aktif di salah satu partai politik, sementara Cak Moqsith lebih menekuni profesinya sebagai dosen–meskipun belakangan juga mulai membuka ngaji onlie–, lalu Pak Luthfie sibuk sendiri juga dengan mengasuh Qureta. Sayang sekali.

Saya menengarai jika JIL ada dalam kendali Gus Ulil. Sehingga ketika Gus Ulil memutuskan untuk bubar, semuanya bubar. Selain besar kemungkinan karena nasihat dari Gus Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) yang nota bene adalah mertuanya, juga tidak menutup kemungkinan ada dorongan kepada Gus Ulil untuk masuk dalam bursa calon Ketua Umum PBNU. Lepas dari itu saya tetap menyayangkan, kerja keras membangun kedigdayaan JIL seketika runtuh. Sampai kemudian Gus Ulil merambah pada Ngaji Ihya secara online, awal-awal saya masih sempat mengikuti, tapi telah lama saya ketinggalan, sebab bagi saya tidak semenarik dulu saat kajian JIL.

Gus Ulil sekarang mulai membangun jejak sufinya. Tidak aneh jika kemudian kitab Ihya inilah yang dipilih. Bukan tanpa alasan, bahwa Al-Ghazali merupakan ulama klasik idola komunitas Pesantren. Gus Ulil seperti meniru jejak Alm Cak Nur (Prof. Dr. Nurcholish Madjid) dan Alm Prof. Dr. Harun Nasution yang konon di masa senjanya menceburkan diri ke dunia tasawuf atau tarekat. Saya menangkap kesan bahwa Gus Ulil hendak “bertobat” dari jejak liberalnya. Sekalipun pasti tidak mudah melepaskan kesan dan jejak liberalnya itu. Maka jika dahulu Gus Ulil banyak dicaci-maki, difatwakan halal darahnya, bahkan dikirim bom buku, perlahan citra itu semakin menurun, lantaran Gus Ulil lebih “nyufi.”

Walhasil, tentu tulisan saya ini hanya sekadar refleksi. Bahwa setiap orang, terlebih Gus Ulil punya pilihan dan jalan hidup masing-masing. Saya melihat aktivitas Ngaji Ihya-nya memang banyak diminati. Saya hanya bisa berdoa, semoga semakin berkah dan bermanfaat.

Wallaahu a’lam

Sumber : Status Facebook Mamang M Haerudin (Aa)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed