by

Dunia Lain: Antara Film dan Kitab Suci

Oleh: Nadirsyah Hosen
 

Bagaimana seandainya kita pada akhirnya menyadari bahwa apa yang kita lakukan sehari-hari dari mulai bangun tidur di pagi hari sampai kembali ke peraduan di tengah malam sebenarnya disaksikan dan diawasi serta dikontrol oleh pihak lain yang berada di luar dunia kita?

Ide ini yang coba disodorkan oleh para produser film di Hollywood. Bermula dari Jim Carey yang hidup dalam dunia yang diciptakan oleh seorang produser film dalam The Truman Show (1998). Semua gerak-gerik yang dilakukan Jim Carey dari mulai bayi sampai dewasa menjadi semacam reality tv show. Mereka yang membuat skenario dalam dunia tempat Jim Carey berada bisa mengirimkan hujan halilintar ataupun musim kemarau hanya dengan menyentuh satu tombol. Belakangan Jim Carey mulai menyadari kepalsuan dunia di sekitarnya dan hendak pergi ke dunia luar. Di akhir cerita ia berhasil meninggalkan dunia palsu dan masuk ke dunia sebenarnya.

Tapi bagaimana kalau dunia yang kita anggap merupakan dunia yang sebenarnya ini juga sesungguhnya hanyalah dunia yang diciptakan, diawasi, dikontrol dan disaksikan oleh pihak lain yang berada di tempat yang berbeda?

Pramoedya Ananta Toer dulu menulis Rumah Kaca untuk menggambarkan apapun yang dilakukan Raden Mas Minke, tokoh utama dalam novelnya, selalu diawasi oleh pihak penjajah Belanda sehingga ia bagaikan hidup di rumah kaca. Dalam dunia nyata, pihak produser tidak kehabisan akal dan membuat semacam “rumah kaca” dimana apapun yang dilakukan penghuni rumah akan bisa disaksikan mereka yang berada di luar. Ini seperti memakai gaun yang transparan: tertutup tapi bisa dilihat. Muncullah acara Big Brother untuk mewujudkan konsep “rumah kaca” ini. Acara menonton tingkah laku orang lain ini sukses besar dimana-mana (termasuk versi ‘uncut’-nya).

Tidak berhenti di sana, muncul pula gagasan: bagaimana kalau sejumlah orang secara misterius dikirimkan ke sebuah lokasi secara bertahap dan mereka harus berusaha untuk bertahan hidup di lokasi tersebut. Ini mirip gagasan kejatuhan Adam dan Hawa dari surga ke Bumi. Nenek Moyang kita itu terperangkap di bumi dan tidak bisa kembali lagi ke surga. Hollywood membuat film Maze Runner (2014) untuk menggambarkan mereka yang dikirim dan terjebak di lokasi tertentu. Ada aturan yang mereka harus buat, termasuk memilih pemimpin dan pembagian tugas, agar mereka bisa bertahan hidup. Belakangan mereka bisa keluar dan menyadari bahwa mereka hanyalah sebuah proyek eksperimen belaka.

Bagaimana rasanya kalau perjuangan kita untuk bertahan dari segala macam persoalan di tempat kita tinggal ternyata hanyalah sebuah eksperimen belaka? Novel trilogi, Divergent, yang kemudian difilmkan dalam 2 tahun terakhir, juga berkisah seputar tema ini. Tris dan Four yang sudah berhasil melewati hadangan tiran yang berkuasa akhirnya berhasil menerobos tembok pembatas dan keluar menuju dunia baru hanya untuk menyadari bahwa ternyata kehidupan mereka di Chicago hanyalah eksperimen belaka dari pihak luar yang terus menerus mengawasi dan mengontrol kehidupan mereka.

Dunia yang lama sudah rusak dan guna menyelamatkan nasib bumi selanjutnya maka dilakukanlah eksperimen untuk mendapatkan tunas unggul. Bumi membutuhkan spesies unggulan yang bisa memperbaiki kerusakan dan menciptakan peradaban baru. Tris bukan saja divergent tapi ia merupakan spesies yang murni, sementara yang lain dianggap spesies yang telah rusak.

Bagaimana kita memahami film-film Hollywood di atas? Spesies unggul dalam Kitab Suci disebut sebagai khalifah. Adam diciptakan menjadi penguasa bumi, setelah sebelumnya bumi ini rusak akibat pertentangan makhluk sebelumnya. Itulah sebabnya malaikat sempat bertanya apa gerangan maksud Allah menciptakan manusia sebagai khalifah yang diciptakan dalam bentuk yang sempurna. Tidakkah manusia akan mengulangi kesalahan yang sama merusak dunia ciptaan Allah?

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.” (QS 2:30)

Walhasil, Adam dikirim ke Bumi dan hidup dalam pengawasan Allah dan para malaikatNya. Tak ubahnya Bumi sebagai “rumah kaca” dimana hidup kita selalu dimonitor dari kejauhan. Bumi bukan saja merupakan ujian tapi juga eksperimen belaka (kitab suci dalam QS 57:20 menyebutnya sebagai la’ibun wa lahwun). Bumi adalah tempat kita berjuang memerankan peran kita sebagai khalifah sebelum kita kembali ke akherat, kampung kita yang abadi dan sebenarnya. Bumi ini cuma tempat sementara. Ada dunia lain yang menunggu kita.

Tema novel dan film di Hollywood sebenarnya ada korelasinya dengan gagasan pokok di kitab suci –terlepas dari mereka menyadarinya atau tidak. Jadi, membaca novel atau menonton film sebenarnya juga bagian dari cara kita memahami ayat-ayat suci.

Tabik,

(Sumber: Facebook Nadirsyah Hosen)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed