by

Dongeng tentang Mangkok

“Ayah, mulai hari ini saya nggak mau ke Pura lagi,” berkata seorang anak kecil.

“Lho, napa?”bertanya sang ayah.

“Di Pura, banyak turis Bule nggak menghargai rumah ibadat kita. Mereka pakai pakaian seenaknya. Lagian, orang-orang kita juga sibuk sendiri dengan gadgetnya. Mereka ribut membicarakan keburukan orang lain,” lapor anak kecil itu bagaikan pengamat sosial dari abad 212.

“Baiklah,” jawab sang ayah. “Tapi dengan ketentuan dan syarat berlaku. Besok kau ikut sembahyang di Pura, setelah itu, besok-besoknya terserah. Bawa air satu mangkok penuh, ikut keliling pura. Ingat, jangan sampai tumpah airnya. Sedikitpun.”

Arkian, demikianlah keesokan hari. Anak kecil itu pun ikut berkeliling Pura sambil membawa semangkok air.

Sepanjang perjalanan pulang, ayahnya bertanya, “Bagaimana tadi? Ada yang tumpah airnya?”

“Tidak.”

“Adakah tadi kau lihat, orang-orang sibuk dengan gadgetnya?” bertanya ayahnya lagi. “Juga para Bule telanjang?”

Si anak terdiam beberapa saat. “Mmmm, saya nggak tahu. Pandangan saya hanya tertuju pada air dalam mangkok tadi!”

“Apakah di Pura tadi kau dengar ada yang bergosip kejelekan orang lain?”

“Saya nggak dengar. Saya konsentrasi agar air dalam mangkok tidak tumpah!”

“Begitulah hidup anakku,” tukas sang ayah kemudian, seolah tahu dongeng ini harus disimpulkan, agar kelihatan bermoral. “Jika kamu fokus pada tujuan hidupmu, kamu tak akan punya waktu untuk menilai keburukan orang lain. Apalagi merecoki agama liyan.”

“Lho, saya ‘kan masih anak kecil, Yah?”

“Pantesan!”

 

(Sumber: Facebook Sunardian W)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed