by

Diminta Hijrah

Ia pun melanjutkan. Sampaikan juga pada ibumu, jangan-jangan ia tidak tahu. Hijab itu wajib hukumnya, perintah langsung dari Allah. Bukan dari Nabi atau ulama. Kalau kamu diam saja, kamu berdosa. Begitu juga bapakmu, pamanmu, semua dosa. Jika kamu sudah ingatkan, lalu ibumu tetap tidak taat ya itu urusannya sendiri. Seperti saya, saya wajib menyampaikan dakwah ini. Jika kewajiban sudah lakukan, saya lepas dari dosa. Pungkasnya. Saya manggut-manggut. Menangkap gejala umum mindset seperti dokter ini di kalangan masyarakat kita, lagi-lagi terkonfirmasi. Quo vadis muslim Indonesia
 
“Hijrah” yang kini populer, sebetulnya problematik. Sila bertanya pada yang seumur-umur di pesantren. Hijrah adalah tentang kepindahan Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Sejarah tentang muhajirin dan anshar. Tapi kini ada makna lainnya yang beda. Menjadi istilah pertaubatan hitam putih nasuha. Digaungkan oleh ustadz puritan berpandangan tekstual. Mengajak kembali pada Islam yang murni di jaman Nabi. Disambut oleh awam yang dahaga spiritualitasnya. Merasa semakin asketik semakin baik. Terlupa bahwa ayat “iqro” mendorong semangat pembebasan dari masa kebodohan. Manusia keluar dari jaman jahiliyah, menjadi bijak dan pintar dengan banyak membaca dan belajar. Mengembangkan karya, menyalurkan kecerdasan seni, membangun budaya. Tetapi, bagi yang hijrah hal itu sebentar lagi dibilang: hubbudunya. Akhiii
 
Mungkin kamu menyaksikan sendiri. Sebab yang punya keluhan sama ada di mana-mana. Mulai mbak laundry, sopir taksi, pekerja kantor sampai para profesor. Betapa ekspresi keagamaan orang sekarang menjadi seperti tak wajar lagi di sini. Memilih mengejar jadwal kajian liqo ketimbang menemani ibunya yang sakit, misalnya. Pria dan wanita yang “hijrah” berubah pola pikirnya. Apapun yang dilakukan, bisnis atau politik, paling senang mengatasnamakan agama. Bertahun-tahun kuliah perbankan memilih resign karena takut riba dan dosa. Menghindari transaksi pakai bank harus cash saja, lupa uang dicetak oleh siapa. Marak mencari sekolah hafal Qur’an. Padahal dalam psikologi pendidikan: menghafal adalah metode belajar paling rendah. 
 
Jika di sini semakin kaffah ajaran hijrah, jangan berharap ada lagi bintang film seperti Chistine Hakim dan Dian Shastro. Tak ada lagi penyanyi seperti Raisa dan Maudy Ayunda. Usai sudah cerita atlet wushu secemerlang Lindswell Kwok. Tak ada lagi penari seperti Nungki Kusumastuti, penyayi kroncong seanggun Sundari Soekotjo. Tak ada lagi gambaran ibu guru seperti di Laskar Pelangi. “Hijrah” telah mengakhiri banyak hal. Hingga mengubah tatanan kehidupan sosial. Segregasi di mana-mana. Kamu mau ke RSU syariah? Mulai ada. Dokter, pasien, penjaga, dan paramedis tak bisa lawan jenis. Asmaulhusna berjejer jadi pajangan, lambang Kota Agama. Pejabatnya korupsi tidak?
 
Sumber : Status Facebook Nisa Alwis

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed