by

Diisyaratkan Kelebihan Pembayaran Utang Tak Selalu Riba

Konsisten gak? Ya, teuteup. 
يَجِبُ تَقْيِيْدُ اللَّفْظِ بِمُلحَقَاتِهِ مِنْ وَصْفٍ، أَوْشَرْطِ، أَوِاسْتِشْنَاءٍ، أَوْ غَيْرِهَامِنَ الْقُيُوْدِ 

Wajib mengaitkan perkataan dengan hal-hal yg mengikatnya, seperti: sifat-sifat, syarat, pengecualian atau pengikat lainnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata ttg kaidah fiqh ini, 
وخَصِّصِ العامَّ بخاصٍّ وَرَدَا، كقَيْدِ مطلقٍ بما قد قُيِّدَا
“Khususkanlah lafadz yang umum menjadi khusus, kalau datang lafadz yang khusus, seperti mengikat sesuatu yang mutlak apabila datang hal yang mengikatnya.”

Maka simpulannya:

A. Utang piutang dalam islam, gak-bisa-nggak adalah muamalah sosial, tolong menolong. Bukan muamalah cari untung. Gak wajib lho buat nolong,, kalau mau, ya tolong.. Kalau ogah dan takut dengan moral hazard manusia zaman ini, ya gak usah memberi pertolongan lewat muamalah yg ini. Ingat, utang piutang adalah muamalah yg PASTI LUNAS, baik di dunia, ataupun di akhirat. Tapi pasti lunas! Jangan khawatir.

B. Kaidah “setiap utang yg mendatangkan manfaat/kelebihan (bagi pemberi utang) adalah riba” adalah kaidah umum, yg harus diterapkan secara umum. Pengecualian atas lafadz yg umum jatuh pada perkara-perkara yg khusus dengan memerlukan batasan dalil yg khusus. Misalnya seperti adanya kelebihan dalam pengembalian selama TIDAK disyaratkan/diminta oleh si pemberi utang di awal, maka bukanlah bagian dari riba.

C. Kaidah “setiap utang yg mendatangkan manfaat/kelebihan (bagi pemberi utang) adalah riba” telah tercapai ijma’, maka dia VALID sebagai hujjah. Penyelisihan setelah tercapainya ijma’, adalah tertolak.

D. Suatu masalah tidak bisa dipecahkan dengan masalah yg lain. Misal, value hutang yg dikhawatirkan terdegradasi oleh inflasi, solusinya bukanlah penerapan bunga/interest. Kaidah fiqh berkata:
العَدْلُ وَاجِبٌ فِي كُلِّ شَيْءِ وَالْفَضْلُ مَسْنُوْنٌ
 
Al-‘Adl (Keadilan) Itu Wajib Atas Segala Sesuatu Dan Al-Fadhl (Tambahan) Itu Sunnah. 

Kata para ulama, jika si debitor dalam keadaan sulit, dan beneran tidak mampu melunasi setelah jatuhnya tempo, maka memberinya penangguhan adalah sikap ‘Aadil. Adapun jika si pemberi hutang mengikhlaskannya dan menjadikannya sodaqoh, inilah sikap al-Fadhl (keutamaan). 

See? Adil tidak selalu berarti sama rata, kan? 

E. Carilah keuntungan dengan albay’a, atau jual beli, tijarah. Jangan cari untung dari utang piutang. Karena begitu samarnya antara riba dan albay’a, makanya Allah menyandingkannya dan memberikan peringatan.
 ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ 
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وََحرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ 
“….. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Al-Baqarah, Ayat 275)

F. Jangan takut rugi, atau takut terdhalimi dalam pasal utang piutang. Utang piutang adalah muamalah sosial yg PASTI LUNAS. Kalau gak lunas di dunia, pasti lunas di akhirat. Dan unsur ukhrowi dalam muamalah dunia, tidak bisa dipisahkan bagi seorang muslim.

Semoga Allah hindarkan kita dari riba dan debu-debunya.

Semoga bermanfaat

Sumber : Status Facebook Zulfikar Matin Efendi

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed