by

Di Serang, Puasa Itu Untuk Kendalikan Warteg Bukan Hawa Nafsu

Oleh : Muhammad Hafidh Noor Halim

Nabi Muhammad SAW insan yg terhormat, Fir’aun makhluk yg hina dan dihinakan

ada pertanyaan:

“apa sih fungsi perda menutup warung di bulan ramadhan bagi orang yg bertaqwa?”

jawabannya:

fungsinya *TIDAK ADA SAMA SEKALI*

karena, orang yg bertaqwa tidak akan terpengaruh apakah warung buka ataupun tutup, dia tetap akan berpuasa

sama halnya dengan orang yg tdk bertaqwa,

fungsinya jg *TIDAK ADA SAMA SEKALI*

karena warung buka ataupun tutup, dia tetap TIDAK berpuasa

jd kenapa ribut masalah warung buka atau tutup?

bukan se-simple itu masalahnya…

masalah muncul ketika ada jargon

1. *hormatilah orang yg berpuasa*

lalu muncul jargon tandingan

2. *hormatilah orang yg tidak berpuasa*

jargon tandingan *hormatilah orang yg tidak berpuasa* bukanlah suatu pernyataan yg ingin bilang orang yg tidak berpuasa minta dihormati, TIDAK

toh yg ngomong begitu orang2nya sebenarnya juga pada puasa…

jargon itu muncul sebagai bentuk perlawanan, sarkasme ataupun sindiran terhadap jargon yg pertama *hormatilah orang yg berpuasa*

jargon yg dikeluarkan oleh saudara2 muslim seiman kita *hormatilah orang yg tidak berpuasa* bukanlah untuk melemahkan Islam

justru sebaliknya, itu di dengungkan untuk menjaga kehormatan Islam

yg jd pertanyaan penyebaran jargon *hormatilah orang yg berpuasa*

apakah benar untuk menghormati orang berpuasa? menghormati islam?

ataukah malah mempermalukan islam?

apakah jargon ini murni untuk menegakkan Islam?

atau karena ego minta dihormati semata?

atau dikeluarkan demi menyokong karir politiknya?

atau hanya ikut2an saja karena yg lain juga teriak2 hal yg sama

padahal zaman kami SD-SMP tidak ada tuh perda seperti itu dan tidak ada jargon seperti itu…

toh kami tetap berpuasa walaupun banyak warung-warung yg buka

jd sebenarnya untuk siapa perda itu?

kenapa orang yg berpuasa minta dihormati?

padahal kita diajarkan dalam beribadah itu harus ikhlas karena Allah SWT

lalu kenapa minta dihormati kepada makhluk?

ngga malu?

Puasa kok mau minta dihormatin sama sesama manusia?

apakah nanti pahalanya minta ama manusia?

 

PUASA ITU MENGENDALIKAN DIRI,

BUKAN MENGENDALIKAN WARTEG

namun ada saja yg ngeles lg dengan pernyataan,

“menutup warung itu bukan untuk menghormati yg puasa tp untuk menghormati bulan ramadhan dan menghormati Islam”

yakin dengan begitu Islam bakalan terhormat?

ataukah dengan begitu kita malah mempermalukan Islam?

Islam merupakan agama yg Rahmatan Lil Alamin

rahmat untuk semesta alam

bukan Rahmatan Lil Muslimin (rahmat hanya untuk kaum muslim)

karena jargon ini bukannya islam tambah dihormati

malah citra islam citra agama kita makin terpuruk akibat pemaksaan-pemaksaan seperti ini, yg tidak ada dalilnya tentang pemaksaan penutupan warung ini

masa orang yg tidak berpuasa (anak2, wanita haid / hamil, orang tua *uzur*, musafir, non-muslim, pekerja berat, dll dll dll) kita paksa ikut2an juga untuk berpuasa

 

dimana dalilnya? dan dimana lakum dinukum waliyadin-nya(bagimu agamamu bagiku agamaku)

apakah tidak malu?

agama Islam yg kita cintai jadi seperti ini

apakah tidak malu?

*oh begitu toh islam, agama yg main paksa2-an, bahkan orang yg tak berpuasa bahkan non-muslim juga dipaksa berpuasa*

makin rusak kehormatan islam klo gini caranya ditangan penganutnya sendiri

bukannya malah makin bagus…

kita yg berpuasa, orang lain yg dipaksa ikut2an

“Sesungguhnya diwajibkan atas kamu berpuasa…”

bukan ngurusin orang lain puasa atau tidak, dengan cara merazia dan menutup2 warung2 yg ngasih makan orang yg tidak puasa (anak2, wanita haid / hamil, orang tua *uzur*, musafir, non-muslim, pekerja berat, dll dll dll)

bahkan sampai restoran yg menjual makanan untuk non-muslim yg notabene tak berpuasa pun ikut2an kena razia (contoh restoran2 yg menjual daging babi yg jelas2 tidak halal, muslim pun tidak mungkin masuk kesana, ngapain di razia juga)

perlukah kita mengemis2 minta penghormatan sampai memaksa2 minta dihormati seperti itu?

tauladan kita siapa?

Nabi Muhammad SAW atau fir’aun?

Nabi Muhammad SAW seorang insan yg mulia,

seorang insan yg terhormat *TANPA PERNAH BELIAU MINTA* apalagi memaksa minta dihormati

beliau memiliki sifat rendah hati, bahkan diantara non-muslim pun banyak yg menghormati beliau apalagi yg muslim yg notabene adalah kewajiban kita…

 

bandingkan dengan fir’aun,seorang makhluk yg hina bahkan dihinakan, dia memaksa2 minta dihormati tak tanggung2 semua orang DIPAKSA untuk menghormatinya

apa yg didapatnya? bukan kehormatan… malah kehinaan, tak tanggung2 3 agama samawi menghinakan dan menistakaan fir’aun

tidakkah kita belajar dr perbandingan ini?

masih memaksa minta dihormati saat puasa?

kita diajarkan dr kecil untuk berpuasa ikhlas karena ALLAH, bukan untuk minta dihargai oleh manusia…

kalian puasa senin-kamis?

puasa 3 hari setiap tengah bulan?

apakah setiap senin-kamis dan 3 hari tiap tengah bulan juga perlu memaksa warung tutup yg katanya demi islam?

yg katanya demi menghormati orang yg puasa?

kalau menutup warung karena *yg berpuasa ingin dihormati oleh manusia* apalah arti ibadah kita dihadapan Allah?

PUASA ITU MENGENDALIKAN DIRI,

BUKAN MENGENDALIKAN WARTEG

 

Puasa itu menahan nafsu

Bukan mengumbar hasut

Puasa itu karena Allah

Tidak butuh dihormati

Tidak jg butuh dihargai

 

Berpuasa kok marah?

marah ke warung buka

marah ke gambar salib

Berpuasa kok ngumbar nafsu?

ngumbar nafsu nuntut dihormati

ngumbar nafsu nuntut dihargai

 

yg lebih parahnya lg ketika ada yg menjadikan nyepi sebagai perbandingan

kalian bilang saat nyepi toh bandara di bali di tutup

kalian tau bedanya puasa & nyepi dimana?

 

dalam puasa kalau ada warung buka atau orang makan disamping kita, puasa kita ngga akan batal selama kita ngga ikut makan

sedangkan orang nyepi itu harus full berdiam diri dalam rumah, klo ngga berdiam diri nyepinya batal

udah ngerti bedanya?

 

warung buka atau tutup tak mempengaruhi ketaqwaan muslim

sedangkan bandara buka atau tutup mempengaruhi nilai ibadah orang hindu di bali sukses atau tidak nyepinya

lain halnya kalau warung buka lalu kita dipaksa makan diwarung itu sehingga puasa kita jd batal

ini ngga kan?

warung buka, klo kita emang niat puasa ya puasa aja buka/tutup warung ngga mempengaruhi puasa kita batal atau ngga

mengutip dr tulisan Kang Hasan *AGAMA DEFENSIF*

“Kita menutup warung bulan puasa diributkan. Tuh, Bupati Jayawijaya juga melarang orang jualan di hari Minggu. Sama aja, kan?”

Ungkapan seperti itu sebenarnya sering saya dengar dari anak-anak saya yang masih SD. Kalau salah satu disuruh berhenti melakukan sesuatu sementara yang lain masih boleh, maka ia akan protes,”Abang kok boleh?” Artinya, orang-orang yang begitu hanya sosok tubuhnya saja yang dewasa. Mentalnya masih kanak-kanak.

“Two wrongs don’t make a right.” (2 kesalahan tidak membuat kebenaran) Seharusnya begitu. Hanya karena ada pihak lain melakukan kesalahan yang sama dengan kita, tidak membuat kesalahan kita jadi benar. Tapi ini memang bukan soal salah benar. Ini soal membenarkan diri. Jadi kalau pihak sana melakukan kesalahan, artinya saya juga boleh. Two wrongs make a right. (2 kesalahan membuat kebenaran)

Kita tidak lagi berlomba-lomba melakukan kebaikan, melainkan berlomba-lomba melakukan kesalahan. Yang penting ego terpuaskan. Saya bisa melakukan yang saya mau, karena saya mayoritas yang berkuasa. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu, saya juga harus bisa. Kemudian harus ada sesuatu yang hanya saya yang boleh melakukan. Itulah previllege mayoritas, yang tidak boleh dilakukan oleh minoritas.

Orang di daerah mayoritas muslim melarang pendirian gereja, menghalangi kegiatan penginjilan. Orang di daerah mayoritas Kristen melarang pendirian mesjid dan menghambat dakwah Islam. Agama menjadi alat untuk saling menjatuhkan, kemudian saling bunuh.

Bukankah agama seharusnya berdiri di atas fondasi kebenaran? Kalau ada pihak yang melakukan kesalahan seharusnya kita tidak meniru. Kita tetap istiqamah dalam kebenaran. Lucunya kita merasa diperlakukan tidak adil ketika kita dicegah dari kemungkaran, saat ada pihak lain masih melakukan kesalahan. Makna adil pun kita selewengkan. Adil itu basisnya kebenaran, bukan kesamaan.

Karena agama kita menjadi defensif, bertahan mati-matian dalam kesalahan.** (ak)

Sumber : facebook Muhammad Hafidh Noor Halim

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed