by

Detik-Detik Terakhir Prabowo

Sementara hasil situng quickly realcount yang diposting di web KPU dan hasil real-count (baru sekitar 50%), tetap konsisten tak beda jauh dengan hasil quick-count beberapa lembaga survey.

Narasi yang dibangun mati-matian bahwa “KPU Curang”, kayaknya bakal jadi sekoci yang menyelamatkan kubu Prabowo. Setidaknya, jika akhirnya data dan fakta menunjukkan bahwa Pilpres 2019 dimenangkan oleh Jokowi, mereka bisa berkilah, itu karena KPU, bahkan kubu Jokowi curang.

Di tengah jalan, Demokrat dan PAN menunjukkan gejala. PKS bisa dipastikan tetap bersetia pada Gerindra. Bukan soal kohesivitas, melainkan dengan bersama Gerindra, PKS lebih aman, nyaman, sehat, sejahtera. Apalagi dengan perolehan di atas 7%, PKS akan bisa menghidupi dirinya.

Sementara kelompok yang mengadakan ‘ijtima ulama’, tak mempunyai kekuatan apa-apa. Jika mendaku kekuatan mereka adalah umat (dalam hal ini Islam), pastilah mereka berbohong. Di luar mereka ada banyak ormas yang tak sudi bergabung, dan bahkan bertentangan. Jumlahnya jauh lebih banyak dari sekedar FPI, HTI, atau pun PKS sekalian.

Kelas menengah yang menjadi pendukung Prabowo, dengan alasan tak mau memilih Jokowi, juga jauh lebih kecil, apalagi ketika Prabowo melakukan banyak blunder dengan pernyataan menjemput Rizieq Shihab. Prabowo memang terikat kontrak tertulis itu.

Di situ pada faktanya, Prabowo lebih banyak menguntungkan kelompok ijtima ulama, daripada kelompok ijtima ulama menguntungkan Prabowo. Kini mereka mau mengadakan ijtima ulama ke-3. Untuk apa?

Dalam dunia intelijen, ada yang disebut psy-war, mind game to create public opinion. Bisa menutup aib kekalahan, bisa pula menaikkan posisi tawar sebagai pihak yang kalah. Dan Prabowo masih petentang-petenteng. Merasa dibohongi itu gagah ternyata. 

Dan pemujanya terus menabuh genderang perang; Dung-dung-pret. Dungu-dungu kampret!

(Sumber: Facebook Sunardian W)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed