by

Demokrasi Atasi Integrasi Bangsa

Oleh Guntur Wahyu Nugroho

Anda bisa sepuas-puasnya mencaci maki sistem demokrasi, menolak, mengutuk, meludahi, mengencingi bahkan melemparinya dengan kotoran yang paling menjijikkan sekalipun dan anda akan tetap bebas melenggang, tanpa takut dipenjara atau dipancung.

Sekarang cobalah pergi ke China dan lakukanlah hal yang sama dan anda tawarkan konsep misalnya Khilafah. Syukur-syukur anda hanya dideportasi. Apabila anda lagi apes, bisa-bisa anda dikembalikan ke Indonesia dalam kantung mayat dengan tanda kenangan manis lubang kecil di dahi anda.

Menurut seorang filsuf yunani, demokrasi adalah sistem pemerintahan terburuk kedua setelah tirani. Mengapa demikian? Sebab menurut saya, bila tidak memilih yang kedua, setiap rezim cenderung memilih yang pertama baik itu Monarkhi, Komunis, Fasis maupun theokrasi (Khilafah). Yg paling parah tentu saja saat anarkhisme melanda masyarakat sebab Negara gagal dalam mengendalikan keamanan, ketertiban dan memberikan perlindungan kepada warga negaranya. Dan anarkhisme BUKAN bentuk.pemerintahan.

Parameter dasar untuk mengetahui sebuah rezim itu menganut sistem demokrasi atau tidak adalah di negara tersebut orang bebas berekspresi, berorganisasi & menyatakan pendapat, tidak ada tekanan, ancaman dan paksaan. Apa batasnya? Konstitusi dan hukum nasional yg dibuat oleh Penguasa & Wakil Rakyat.

Ada yg berpendapat apabila demokrasi telah gagal menjawab tantangan jaman dan menyejahterakan rakyat. O…iya? Lantas konsep alternatif apa yg bisa anda tawarkan? Theokrasi dengan model Khilafah. Pertanyaan saya simpel saja berupa 2 hal : 1. Bagaimana Khilafah memperlakukan orang-orang yang atheis (scientist & humanis radikal)? 2. Apakah Khilafah menjamin kebebasan berekspresi semua warga negaranya tanpa terkecuali dan diskriminatif? 3. Bagaimanakah konsep khilafah tentang suksesi kepemimpinan supaya terjadi secara damai?

Saya mau menganalogikan orang Indonesia yang sudah hampir 18 tahun hidup di era demokrasi seperti kita memilih pasangan hidup atas kehendaknya sendiri, seiring berjalannya waktu merasa bosan, jenuh dan capek sebab ternyata pasangan hidupnya tidak seperti gambaran yg dia punya saat menikah. Orang itu yakin kalau bercerai dengan pasangannya dan mencari pasangan hidup yg lain akan memenuhi harapannya. Namun ada juga yg “cerdik”, cari pasangan hidup lebih dari satu sehingga tidak perlu bercerai, kalau bosan pada pasangan yang pertama, tinggal tempel yang kedua, ketiga dan seterusnya smile emoticon

Problematika filsafat sejak dulu sampai sekarang ialah bagaimana Negara menjamin kebebasan berekspresi warga negaranya sekaligus menjamin pemenuhan hidup dan kesejahteraan warga negaranya. Apabila memilih yang pertama, resiko terburuk jatuh pada liberalisme ekonomi dan politik. Namun apabila kita memilih yang kedua, rakyat memang dapat pekerjaan dan makan kenyang namun mengorbankan kebebasan berekspresi.

Daripada terus-menerus menolak demokrasi, menurut hemat saya akan lebih bermanfaat apabila energi masyarakat sipil yang ada disalurkan untuk membuat produk UU & hukum yang berorientasi pada hajat hidup orang banyak seperti yag diamanahkan oleh Preambule UUD’45. Sementara itu pada aras demokrasi lokal, kita bisa mulai munculkan dan dorong orang-orang yg kita anggap baik, mumpuni dan non diskriminatif untuk tampil sebagai pemimpin-pemimpin lokal.

Hanya sistem demokrasi yg mampu melakukannya sebab ia lentur, tahan uji dan tahan terhadap kritik itu sendiri. Demokrasi secara empiris maupun impiris merupakan produk kebudayaan yang tinggi dan sintas. Sebab sistem pemerintahan yg sempurna itu bukan sistem yang menutup segala celah dari kritik sebab merupakan “amanat langit”. Sistem yang sempurna justru semakin sempurna saat ditempa oleh berbagai macam kritik….dan demokrasi telah membuktikan dirinya.

Dan PR kita ada 2 : 1. Mengarahkan konflik horisontal (warga vs warga) menjadi konflik vertikal (warga vs negara). 2. Melakukan tekanan publik terhadap aparat keamanan (polisi, BIN & TNI) supaya bekerja secara profesional (tdk berdasarkan pertimbangan kepentingan politik para Jendral) sesuai dengan Konstitusi dan UU khususnya menghadapi isu dan kelompok intoleran-radikal serta gerakan-gerakan Makar.
Dua poin tersebut menggerus pondasi kebersamaan kita sebagai bangsa yang beradab. Apabila kedua hal tersebut dapat diatasi dengan baik, Indonesia akan menjadi masyarakat yang adil dan sejahtera.

Status Facebook

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed