by

Dedi Mulyadi, Pemimpin Terbaik Soal Toleransi

Ambil contoh peradaban bangsa Yunani kuno. Atau peradaban bangsa Syria Babilonia. Atau juga peradaban nusantara abad 8 zaman Dinasti Syailendra saat Candi Borobudur dibangun. Jaman di mana kitab Sutasoma yang terkenal dengan kutipan Bhineka Tunggal Ika muncul. Ilmu kesustraan lahir cukup pesat.

Karya karya masterpeice seniman nusantara menganggumkan pada masa itu. Nilai itu lahir sebagai nilai rasa akan budi dan akal manusia masa itu. Etika dan estetika atas keindahan benar benar terasa menjiwai setiap orang pada masa itu. Semua makhluk hidup damai dan berbahagia.

Masa kejayaan Nusantara yang penuh kemakmuran digambarkan dalam relief relief dinding arca Candi Borobudur dan Prambanan. Bahkan kredo gemah ripah loh jinawi menggambarkan betapa makmur dan sejahteranya masyarakat jaman itu. Hidup dalam nafas kemanusiaan yang harmoni, damai, toleran dan selalu berbuat kebajikan.

Pada saat yang sama di belahan bumi Eropa sedang dilanda abad kegelapan. Perang Salib berlangsung lama. Mengorbankan begitu banyak jiwa demi tugas maha suci, membela agama dan Allah Sang Pencipta. Perang Salib menjadi noda hitam paling mengerikan yang pernah terjadi dalam peradaban manusia. Berbantai bantaian dengan kejam karena merasa membawa misi melaksanakan tugas Ilahi.

Kyai Hasyim Asya’ri, pendiri ormas NU, kakek Presiden RI ke 4 Gus Dur, menegaskan, manusia adalah makhluk yang senantiasa berinteraksi antara yang satu dan yang lain. Meminjam istilah Ibnu Khaldun, al-insan madaniyun bit thab’i.

Manusia adalah makhluk yang berperadaban. Karena itu, Kyai Hasyim memberikan arahan perihal pentingnya perkumpulan, persatuan, kebersamaan, dan kasih sayang. Inilah nilai nilai yang menjadi suatu keniscayaan untuk membangun toleransi kerukunan di antara umat beragama.

71 tahun Republik Indonesia Merdeka masih tebal rasa syakwasangka, curiga, paranoid dan jegal menjegal atas nama SARA. Kita merasakan saat ini kristalisasi pembelahan sesama anak bangsa semakin keras. Agama menjadi pembeda.

Agama menjadi garis api demarkasi standing berdiri kita. Jika berbeda akan dikucilkan. Diasingkan. Dihina dina. Bahkan saat wafatpun akan diacuhkan mayatnya karena saat pilkada memilih berbeda. Mengerikan sekali.

Pandangan Richard H. Dees (1999) bisa menjadi rujukan bagaimana kita melihat toleransi. Menurut Dees cara terbaik untuk mengukuhkan toleransi, khususnya dalam masyarakat plural adalah toleransi sebagai nilai dan kebajikan.

Dees berkata bahwa masalah utama toleransi selama ini karena toleransi dipahami sebagai modus vivendi, yaitu kesepakatan bersama yang dituangkan dalam persetujuan “hitam di atas putih”.

Menurut Dees toleransi dalam strata ini memiliki kelemahan yang bisa beroposisi dengan semangat toleransi karena rentan jatuh dalam kepentingan kelompok tertentu. Terlebih jika pihak mayoritas menggunakan otoritasnya untuk menentukan arah dan acuan dari kesepakatan toleransi.

Toleransi ini bisa berjalan lempang bebas hambatan menjadi sebuah tindakan intoleran karena toleransi hanya dibangun di kalangan elitis yang biasa dikenal dengan toleransi politis.

Maka, Dees memberikan solusi konstruktif perihal pentingnya mengukuhkan toleransi di tengah ancaman intoleransi.

Solusi itu yakni meneguhkan toleransi sebagai kebajikan (toleration as a virtue). Disamping toleransi sebagai hak setiap individu (tolerance as good in its own right). Menurut Dees, toleransi pada tingkatan sebagai kebajikan dan hak setiap individu menempati maqam tertinggi karena toleransi bisa menembus dua ruang sekaligus, yaitu ruang politik dan ruang civil society.

Ada dual hal utama keberhasilan toleransi itu. Pertama, toleransi membutuhkan interaksi sosial melalui silahturami. Bupati Purwakarta Kang Dedi Mulyadi telah memulai kerja mulia ini. Di daerahnya Kang Dedi Mulyadi mendorong masyarakat untuk menggali nilai nilai toleransi sebagai kebajikan. Kelompok minoritas diperlakukan secara adil dan setara, baik dalam ranah politik, ekonomi, maupun agama. Mereka dapat melakukan peribadatan secara merdeka dan otonom.

Di samping itu, kelompok mayoritas tidak melakukan penetrasi politik terhadap kelompok minoritas. Kedua, membangun sikap saling percaya diantara pelbagai kelompok dan aliran (mutual trust). Saling percaya akan menimbulkan saling toleransi.

Dan semua ini bisa terjadi jika inklusivisme dalam tataran pergaulan yang terbuka, percakapan yang intensif disertai upaya membangun rasa saling percaya diri. Ini merupakan dua hal yang harus dipenuhi untuk mengukuhkan pemahaman toleransi sebagai kebajikan.

Maka belajar dari perjalanan peradaban umat manusia dengan fakta empirik ini kita bisa melihat peradaban kota atau negara bangsa bisa hancur dalam hitungan jam ketika negara bangsa atau kota dikuasai oleh penguasa intoleran.

Penguasa yang toleran pada radikalisme dan kaum berotak dangkal akan membawa kehancuran. Toleran pada kelompok yang menganggap kelompoknya yang paling benar akan menelan sendiri peradaban yang sedang dibangun.

Mereka berani berbuat sesukanya karena merasa manusia paling suci, yang lain pendosa. Merasa paling mulia yang lain biadab. Sehingga diluar dari kelompoknya harus dilenyapkan dan dimusnahkan.

Negara Suriah, Irak, Libya, Libanon, Afghanistan sudah merasakan getir dan pilunya peradaban haya dan hebat milik mereka hancur lebur dalam hitungan jam. Peradaban yang dibangun ribuan tahun oleh nenek moyang mereka rata dengan tanah.

Artefak artefak sejarah yang tak ternilai harganya hangus dibombardir karena dianggap berhala oleh penguada intoleran. Semua harus tunduk pada hukum besi. Siapa yang berani berbeda akan dipenggal kepalanya. Kelompok radikal ISIS, Taliban, al Nusra menjadi makhluk menakutkan yang menghabisi siapa saja yang tidak mau tunduk dengan mereka.

Dedi Mulyadi Bupati Purwakarta itu tahu sejarah peradaban dunia itu. Ia memulai membangun kotanya dengan menanam benih toleransi berbasis kebajikan. Anak anak sekolah SD sedari kecil diajarkan berbuat kebajikan tanpa politik identitas. Semua melebur menjadi satu sebagai anak bangsa yang setara, sejajar saling menghormati. Bersenyawa dengan nafas Pancasila.

Buat saya Kang Dedi Bupati Purwakarta ini termasuk pemimpin langka. Ia sangat visioner dalam membawa peradaban bangsa kembali jaya seperti abad abad kejayaan Nusantara. Tabikkk.

Salam Perjuangan
(Sumber: Status Facebook Birgaldo Sinaga)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed