4) Jadi, apa yang RG maksud dengan “hoax pertama kali muncul dalam sejarah ilmu pengetahuan” sejak paper Alan Sokal? Mungkin maksudnya gara-gara Alan Sokal hoax jadi dipakai untuk membongkar ‘kedunguan’ dalam komunitas ilmiah. Jika benar demikian, dalam hal ini RG tidak tepat lagi.
Sebelum paper Sokal, sudah ada paper [William M. Epstein, “Confirmational response bias among social work journals”, Science, Technology & Human Values, 15 (1): 9–38 (1990)]. Paper hoax tapi diterima di majalah keren. Hanya saja sayangnya tidak mendapat perhatian media.
Sokal sendiri menulis paper itu karena terinspirasi: i) buku Higher Superstition karya Paul Gross dan Norman Levitt; ii) Jacques Derrida (iya, si tokoh filsafat Derrida yang terkenal dengan teori dekonstruksi kata dan makna itu!).
Higher Superstition membongkar hoax-hoax orang-orang Sosiologi dan Politisi dalam menyerang keilmuan Fisika dan Biologi. Derrida membuat hoax waktu menjawab pertanyaan Jean Hyppolite tentang sosiologi teori Enstein. Nggedabrus lah gampangnya. Walau nggedabrus, gak ada yang tahu!
5) Sebentar… kok ada hoax orang Sosiologi terhadap Fisika dan Biologi? Iya, ceritanya Sokal, Gross, dan Levitt itu sedang dalam masa ‘Perang Sains’ (Science Wars) di tahun 90an antara aliran Realisme Ilmiah (Scientific realism) dan Posmodernisme.
Aliran realisme mengatakan semesta yang dijelaskan dengan sains itu nyata.
Aliran Posmo bilang sains itu tidak lebih dari konstruksi sosial. Dan Social Text adalah salah satu majalah ilmiah bergengsi kaum Posmo.
Berarti paper Sokal lebih dari sekadar “menguji kedunguan redaktur”? Ya iya lah, masa’ ya iya dong?
Eniwei, betewei, pelajaran kita bersama, seorang Presiden Akal Sehat saja masih harus tetap belajar meningkatkan pengetahuannya. Apalagi kita!
Dan saya setuju pesan sponsor: hoax itu perlu diberantas karena dia berbahaya. Persis seperti berbahayanya Dementor
Sumber : Status Facebook Hadi Susanto
Comment