by

Dandhy yang Tidak Dendi

Dan dalam dua minggu terakhir, si tokoh ini mendapat momentum terbaiknya. Ia ditangkap polisi, karena dianggap sebagai provokator kerusuhan masyarakat di Papua. Hal ini bagi saya justru konyol sekali! Bukankah karya2nya sejak lama sudah sangat provokatif, bukankah setiap tulisannya di media sosial selalu “menyerang siapa pun” yang tidak disukainya. Bukankah setiap dia menjadi pembicara di forum apapun, demikianlah gaya dirinya. Ngapain juga Polisi mesti menangkap dirinya? Untunglah polisi segera menyadari ketololannya. Dia dilepaskan, dan kembali berkicau sesuka-sukanya. Sedemikian hebat dirinya, hingga mungkin dia lupa dan tidak menganggap penting. Bahwa karena cuitannya itu telah membuat ratusan orang tewas, ribuan orang mengungsi, dan apa yang telah dibangun sekian lama tiba2 bum lenyap begitu saja. Apa tujuannya: ya hanya satu, apapun yang dilakukan pemerintah RI tidaklah cukup dan pantas. Karena hanya kemerdekaan Papua-lah yang dibutuhkan. Dan cuitan2nya itu rupanya belum seberapa, karena kemudian terbukalah bahwa orang2 sejenis dialah rupanya yang berangan2 Indonesia ambyar berantakan jadi puluah negara2 kecil. Sebagaimana cuitannya hari ini. Bodoh, karena di dalamnya mengandung data serampangan dengan menganologikan Jerman dan Perancis sebagai negara kecil! Suatu bentuk hipokrisi yang luar biasa, karena Jerman-lah yang selama ini melalui lembaga founding seperti Heinrich Boll Stiftung bersedia menjadi sponsornya. Tapi apalah rasa hormat itu pada orang seperti dirinya? Kegilaan adalah yang utama: semakin gila, semakin menyenangkan. Semakin narsis semakin populer. Semakin nyinyir semakin dianggap bernyali. Kegilaan yang selalu dibungkus sebagai hal2 yang bersifat humanity, kemanusiaan…

Banyak kalangan aktivis, apalagi mahasiswa yang “asal bisa demo” memuja atau menjadi pendukungnya. Ia tidak akan pernah merasa bersalah atau terganggu akan dampak yang diakibatkannya. Semakin rusuh semakin seru. Karena apa yang dilakukan adalah pekerjaannya! Kebebasan berekspresi satu hal, cari makan hal yang lainnya. Ia tentu saja menginspirasi banyak orang untuk mengikuti jejaknya. Kesana kemari menjual isu keburukan negaranya sendiri. Hingga pada kesimpulan akhir: negara besar ini semestinya lebih baik dan memang harus pecah berkeping2…

Bagi saya pertanyaannya jadi sangat sentimentil: Akankah ia diundang lagi ke Pasar Hamburg tahun ini? Jika ya, festival ini tak lebih pasar nostalgia menjelang Indonesia bubar. Keindahan yang selalu ingin ditampilkannya adalah semu dan palsu…
.
Dandhy kamu sama sekali tidak dendi. Sama sekali tidak perlente. Kamu hanya bisa merasa diri gagah, padahal tidak!

Sumber : Status Facebook Andi Setiono Mangoenprasodjo

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed