by

Dalang

Dua pohon besar sebagai penghalang telah dibuat roboh. Bukan itu penghalang sesungguhnya, itu hanya benteng dimana mereka senang bersembunyi. Itu hanya alat agar terlihat kokoh dan garang.
Konon, pohon kedua itu demikian besar dan angkuh hingga banyak pendahulunya lebih senang memutarinya ketika harus lewat. Bukan menebang karena kokoh dan kuat batangnya.
Sangat mungkin dia belum mati. Jalinan akarnya sudah terlalu kuat membuat ikatan hingga kembali tumbuh adalah apa yang kini harus disikapinya.
Akankah sang dalang akan menanam pohon baru atau membuat pohon itu kembali hidup, drama memang masih berlangsung.
Wayang baru dengan lakon baru akan terus dibuat.
“Sekuat apa dalang itu hingga 6 tahun waktu panjang telah dilaluinya dan peluh masih harus diteteskannya?”
Kusut telah diurai, penghalang telah dibuat roboh, jalan lurus telah dibentangkannya, dan kini dia mengajak kita ikut serta.
Cabut semua benih bibit tak baik sebelum dia menjadi liar. Itulah makna Perpres No. 7 tahun 2021yang baru saja dibuatnya.
Perpres itu berbicara tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada Terorisme.
Kebijakan itu sendiri berisi sekitar 125 rencana aksi yg harus dijalankan oleh lebih dari 20 kementerian dan lembaga.
Presiden mengajak semua komponen masyarakat terlibat tanpa terkecuali. Dulu, itu masalah BNPT, hari ini kita diajak.
Perpres itu mengajak kita terlibat menjadi mata dan telinga negara atas potensi terjadinya tindakan bersifat ektrimisme dan kekerasan.
Cabut semua bibit dan benih tak baik di sekolah, tempat kita bekerja, lingkungan rumah kita sebelum dia tumbuh apalagi berbuah. Laporkan!
Terlihat sepele, namun bukankah demikian konsep tentang pencegahan?
Dulu, kita pernah abai terhadap hal sepele seperti toleran terhadap tips kecil saat membuat KTP atau surat keterangan apapun di instansi, hasilnya budaya korup menjadi milik.
Dulu, kita pernah berlaku dengan menganggap sepele tentang bagaimana penetrasi intoleransi di sekolah dan hari ini, sekolah negeri justru digunakan sebagai tempat penyemaian.
Dulu, kita toleran dengan hal sepele seperti saat pemilihan Ketua RT, RW, OSIS hingga Ketua Senat Mahasiswa harus terkait agama dengan sang calon, kini segala hal harus dibuat dan selalu dikaitkan dengan agama.
Demikianlah kita berkembang dan tumbuh menjadi besar karena dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana.
Tak ada kesia-siaan atas kecilnya kebaikan kita tumpuk, demikian pula tak ada kesia-siaan menolak hal kecil yang tak baik demi besar kita yang lebih baik.
Kita diajak berperan sesuai kapasitas kita dalam masyarakat. Tak selalu harus peran besar, peran kecil pun adalah tentang bersama membuat bingkai yang lebih besar bagi kebersamaan kita sebagai satu Indonesia.
Demi Indonesia yang lebih baik, Kenapa Tidak?
.
.
RAHAYU
.
Sumber : Status Facebook Karto Bugel

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed