by

Daftar Politikus Yang Berpotensi Tersangka Setelah Ahok Tersangka

Oleh : Pepih Nugraha

Semua manusia Indonesia yang terikat “kontrak sosial” pada dasarnya berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah di muka hukum, menganut prinsip equality before the law alias azas persamaan di depan hukum. Hukum yang tidak boleh pandang bulu. Mentang-mentang orang kuat, berduit dan punya pengaruh, hukum bisa dibeli seenak udelnya lantas orang itu bisa melenggang kangkung.

Azas  persamaan di muka hukum itu juga berlaku untuk para politikus yang terkait dengan peristiwa penetapan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung.

Seperti diwartakan, Kabareskrim Polri telah menetapkan Ahok sebagai tersangka penistaan agama. Status penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan. Konsekuensinya, Ahok menjadi tersangka dan dilarang berpergian ke luar negeri. Sebagai warga negara, Ahok wajib tunduk pada hukum. Ia dilaporkan oleh sejumlah organisasi kemasyarakatan berbasis agama.

Bagaimana dengan para politikus yang juga dilaporkan kepada polisi oleh berbagai pihak yang berbeda dalam berbagai kasus? Apakah para polikus ini akan tunduk pada hukum dan polisi memegang prinsip equality before the law?

Jika prinsip azas persamaan di muka hukum bagi setiap warga negara ini dipegang, maka ada empat politikus dan satu dosen yang telah dilaporkan kepada kepolisian terkait kait kasus Ahok ini. Keempat politikus itu adalah;

1. Ahmad Dhani

Musikus kondang yang terjun ke dunia politik ini dilaporkan oleh Laskar Relawan Jokowi (LRJ) dan Pro Jokowi (ProJo) terkait dugaan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo dengan meneriakkan binatang tertentu yang dilekatkan pada diri Presiden RI saat berlangsungnya aksi demonstrasi besar 4 November 2016 lalu di depan Istana. Selain calon wakil bupati Bekasi itu, polisi juga memanggil sejumlah saksi ahli, termasuk pelapor.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono menjelaskan, laporan LRJ terkait dugaan penghinaan Jokowi terus diselidiki dan penyidik sedang mengumpulkan segala alat bukti terkait kasus tersebut.

“Kami (LRJ) dan Projo merasa Ahmad Dhani telah melecehkan dan menghina Presiden pada saat dia berorasi di demo 4 November dengan kata-kata tidak senonoh,” ujar Ketua Umum LRJ, Riano Oscha, sebagaimana diberitakan Kompas.com. Riano menilai, tak pantas orang yang mengaku intelektual seperti Ahmad Dhani mengeluarkan kata-kata tidak senonoh kepada kepala negara di muka umum.

Dalam jumpa pers lewat kuasa hukumnya, Ramdhan Alamsyah, Ahmad Dhani menyangkal telah menghina Presiden RI karena tidak ada kata “Jokowi” saat berorasi itu, bahkan Ahmad Dhani dikatakan sebagai korban fitnah karena orasinya sudah diplintir sedemikian rupa oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Ahmad Dhani juga mengaku rugi ratusan juta rupiah gara-gara laporan itu karena sejumlah konser dibatalkan.

2. Fahri Hamzah

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dilaporkan LSM Solidaritas Merah Putih (Solmet) kepada Polda Metro Jaya karena dinilai telah memprovokasi massa dalam orasinya di demo 4 November lalu. Orasi Fahri dinilai telah menimbulkan kerusuhan massa.

“Yang kami laporkan adalah saudara Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR karena telah memprovokasi dalam hal ini memfitnah, menghasut yang mengakibatkan massa melakukan tindakan anarkis,” kata Ketua Umum Solmet Silvester Matutina, Jumat 11 November 2016 sebagaimana diberitakan Detik.com.

Silvester menilai, saat orasi itu Fahri selaku pejabat negara telah menghasut masyarakat untuk melengserkan Presiden Jokowi baik secara parlemen jalanan maupun di DPR. “Beliau (Fahri) berkali-kali katakan pak Jokowi menistakan agama dan menipu rakyat, sehingga waktu demo itu jadi ricuh,” katanya.

Fahri dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Dalam laporannya itu, Silvester melampirkan bukti-bukti di antaranya rekaman audio saat Fahri berorasi yang diunggah ke akun fanpage Facebook Fahri Hamzah pada tanggal 4 November.

“Kita sekarang hidup di era demokrasi di mana rakyat telah memiliki kebebasan penuh untuk mengontrol jalannya negara. Dan setiap pejabat negara harus tahu dan sadar diri bahwa dia dikontrol rakyat. Maka saya tidak saja siap dilaporkan, bahkan saya siap didemo,” kata Fahri Hamzah menanggapi laporan Solmet kepada polisi.

3. Desmond J. Mahesa 

Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J. Mahesa dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Bambang Sri Pujo, yang mewakili Aliansi Nasional 98. Desmond dianggap melecehkan Nabi Muhammad SAW atas pernyataan yang dilontarkannya dalam salah satu tayangan stasiun televisi swasta.

Sebagaimana yang diberitakan Kompas.com, dalam acara yang ditayangkan secara langsung itu, Desmond menyindir Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait rencananya menghadirkan ahli dari Mesir dalam gelar perkara kasus penistaan agama yang dituduhkan terhadapnya.

Menurut Bambang, Desmond menyatakan, Ahok lebih baik membangkitkan atau menghadirkan Nabi Muhammad ketimbang mendatangkan ahli dari Mesir.

“Setelah dianalisis secara hukum, pernyataan Desmond ini kami anggap lebih berbahaya, dari pernyataan Pak Ahok,” ujar Bambang, di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu 16 November 2016.

Desmond dilaporkan atas dugaan penistaan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Bambang mengatakan, meski berseberangan dengan Ahok, seharusnya pernyataan itu tak dilontarkan Desmond.

Ia menilai, ada dua hal dalam pernyataan Desmond yang dianggap menistakan agama. Pertama, Desmond menyinggung soal menghidupkan orang yang sudah meninggal dunia. Kedua, orang yang dimaksud adalah Rasul, yaitu Nabi Muhammad SAW, yang merupakan utusan Allah.

Sejauh ini belum ada tanggapan dari Desmond atas upaya hukum Aliansi Nasional 98 yang melaporkan dirinya ke kepolisian.

4. Susilo Bambang Yudhoyono

Presiden ke-6 Republik Indonesia yang juga Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga dilaporkan Forum Silaturahmi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lintas Generasi ke Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis 10 November 2016 karena dianggap melakukan tindak pidana penghasutan saat pidato di kediamannya di Cikeas, Bogor, Selasa 2 November 2016, atau dua hari sebelum aksi besar itu berlangsung.

Dalam pidato yang dimaksudkan sebagai pernyataan pers itu SBY menyikapi aksi unjuk rasa sejumlah ormas Islam yang mendesak proses hukum terhadap Ahok. Koordinator Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi, Mustaghfirien mengatakan, pidato SBY tersebut mengandung hasutan dan kebencian.

Menurut Mustaghfirien, hal itu telihat dalam kalimat SBY, “Kalau (pendemo) sama sekali tidak didengar, diabaikan, sampai Lebaran kuda masih ada unjuk rasa itu.” Ia menilai, kalimat tersebut telah memprovokasi masyarakat yang ingin melakukan aksi damai untuk berbuat anarkistis.

“Awal penyampaian itu cinta damai, tetapi setelah dipelajari pada pidato SBY itu mengandung hasutan dan kebencian kepada etnis tertentu,” kata Mustaghfirien di Kantor Bareskrim, Jakarta Pusat, Kamis 10 november 2016. Mustaghfirien menilai, pernyataan SBY yang mendorong proses hukum terhadap Ahok bermuatan politik yang dapat menguntungkan kandidat gubernur lain.

Menanggapi pelaporan SBY ke Bareskrim Polri, Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin memastikan, Divisi Hukum dan Advokasi Partai Demokrat balik melaporkan pelapor karena dianggap telah mencemarkan nama baik SBY secara personal, juga telah mencemarkan nama baik Partai Demokrat.

“Pasti kami laporkan dengan dugaan pelanggaran pasal 317 KUHP,” ujar Amir, sebagaimana diberitakan RMol.com. Amir menjelaskan, Forum Silaturahmi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lintas Generasi, diduga telah melanggar Pasal 317 KUHP tentang pengaduan dan pemberitahuan palsu. “Ini tidak bisa dianggap main-main, perlu tindakan tegas. Ancamannya pun serius, empat tahun penjara,” imbuhnya.

5. Buni Yani

Mantan wartawan yang kini berprofesi dosen, Buni Yani, dilaporkan oleh kelompok relawan pendukung Ahok, Komunitas Muda Ahok Djarot (Kotak Adja), karena dianggap secara sengaja mengedit rekaman video Ahok tentang petikan salah satu ayat suci Al Quran yang kemudian diartikan sebagai tindakan penghinaan terhadap Islam.

Dalam sebuah program talkshow yang disiarkan satu stasiun televisi swasta, pengunggah pertama rekaman video Ahok di depan warga Kepulauan Seribu itu mengakui ada kesalahan saat mentranskrip kata-kata Ahok dalam video hasil tayang ulangnya. Kesalahan yang dimaksud adalah tidak adanya kata “pakai”.

Belakangan Buni Yani menyangkal sebagai pengunggah video pertama, tetapi ia mengaku khilaf telah menghilangkan kata “pakai” dalam teks mengenai pidato Ahok tersebut. Lewat pengacaranya, Buni Yani malah melaporkan balik Ahok yang diangapnya telah melakukan fitnah.

Jika polisi berpegang pada prinsip equality before the law alias tidak pandang bulu, tentu saja keempat politikus dan satu dosen itu harus diperlakukan sama sebagaimana yang telah dilakukan terhadap Ahok, termasuk menjadikan mereka tersangka jika bukti memadai.

Berani, berani, berani…???**

Sumber : pepnews

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed