by

Cuma Butuh Penjelasan

Oleh: Eko Kuntadhi
 

Persoalannya bukan pada kenaikan pembuatan STNK dan BPKB yang mencapai berkali lipat. Toh, kita mengganti STNK 5 tahun sekali. Kalau dirupiahkan memang tidak seberapa. Tapi saya rasa ada masalah yang menjadi persoalan : komunikasi antar instansi pemerintah yang belum padu.

Dari amatan yang ada, informasi yang sampai ke publik agak simpang siur. Polri menunjuk Depkeu. Depkeu menunjuk Polri. Sedangkan Presiden sendiri kaget dengan angka kenaikannya.

Kita setuju saja jika ada kenaikan biaya-biaya. Apalagi kabarnya sejak 2010 biaya STNK dan BPKB belum pernah dinaikkan. Artinya sudah 7 tahun biayanya segitu. Wajar kalau sekarang naik.

Tapi jika mengikuti pola inflasi, selama 7 tahun tentu tidak sampai 100%. Artinya jika kenaikannya berkali lipat maka akan ada tambahan pendapatan pada kas negara, diluar yang tergerus inflasi. Nah, merujuk bahwa prinsip pelayanan negara bukannya mencari untung, konsekuensi dari kenaikan ini harus ada kompensasinya.

Lantas apa kompensasinya bagi masyarakat? Ini yang harus dijawab oleh Polri. Menurut saya jawabannya jangan lagi ngambang seperti perbaikan pelayanan, peningkayan kualitas dan bahasa langit begitu. Kita butuh bahasa yang lebih konkrit. Sesuatu yang terukur.

Misal kepastian berapa lama proses pergantian STNK? Sistem pembayaran pajak kendaraan online hingga publik tidak perlu antri di loket lagi, dan lainnya. Pokoknya yang terukur dan masyarakat bisa melihat bedanya antara sebelum dan sesudah kenaikan itu.

Ini berbeda dengan kenaikan harga cabai yang mengikuti pola supply dan demand. Atau harga Petramax yang ikut harga minyak dunia. Kenaikan pembuatan STNK dan BPKB menyangkut pelayanan negara. Karena itu setiap ada perubahan harga diperlukan penjelasan memadai.

Intinya bukan soal berapa besar kenaikan dan seberapa lama lagi kita bakal membayar. Intinya adalah kewajiban negara menjelaskan digunakan untuk apa setiap sen uang publik yang dipungutnya.

Membangun kesadaran publik atas haknya, apalagi saat berhadapan dengan negara, adalah salah satu penguatan pada sistem demokrasi. Kita berharap negara kuat. Tapi masyarakat juga jangan seperti kuda dicucuk hidungnya. Intinya jangan memberikan cek kosong pada kekuasaan. Betapapun kita percaya pada person-personnya.

Sama artinya, masyarakat Jakarta perlu penjelaskan : jika setiap RW diberikan uang Rp 1 milyar. Berapakah uang yang akan diterima ibu Budi?

 

(Sumber: Status Facebook Eko Kuntadhi)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed