by

Catatan Tim Kemanusiaan NU di Asmat

Selama bertugas Tim NU selalu melakukan koordinasi dengan berbagai pihak, hal-hal yang kami temukan tidak bisa diselesaikan dalam waktu yang singkat, karena pola kehidupan mereka (suku asmat) yang sangat jauh dari apa yang kita bayangkan selama ini, diantarannya persoalan air bersih hanya dari air hujan, untuk mandi dan minum tanpa dimasak terlebih dahulu, sehingga pertanyanya bagi tim bukan “berapa kali mandi? tapi kapan terakhir mandi ?”.

Alhamdulillah kami dapat memberdayakan Tim Lokal dengan melibatkan NU, para tokoh agama, tokoh adat untuk melakukan program secara berkelanjutan, ada 15 tim lokal (penduduk asmat) yang sampai saat ini memberikan sosialisasi, memberikan makanan dan gizi kepada anak-anak 4 hari dalam seminggu, dan 2 kali (pagi dan sore) dalam sehari, hal ini dilakukan sampai perkembangan kondisi anak yang malnutrisi menjadi cukup nutrisi / bergizi baik.

Setelah selesai tugas kami ingin pulang ke Jakarta, namun belum ada kepastian karena tak ada pesawat yang ke Mimika atau Jayapura, sementara kapal laut bersandar di Agats diperkirakan tanggal 1 Februari 2018, saat yang bersamaan juga terjadi gerhana bulan, sebagai informasi akan terjadi pasang air laut yang berdampak pada tingginya ombak, perjalanan kapal laut dari Agats ke Merauke ditempuh hampir 30 jam (betapa lelah dan capek) diperkirakan kapal bersandar di Merauke tanggal 3 Februari 2018 (kapal hanya ada 2 kali dalam 1 bulan) dan tiket pesawat kami dari Merauke – Jakarta sudah dibeli untuk tanggal 2 Februari 2018. akhirnya kami meminta mba Fitria Ariyani untuk menjadwalkan ulang atau refund dan dipotong 4 juta rupiah.

Akhirnya kabar gembira menghampiri Tim NU, bahwa akan ada pesawat dari Jayapura yang akan membawa logistik ke Asmat dan pulangnya kosong alias tak membawa penumpang, kami mendaftar untuk ikut pesawat ke Jayapura dengan harga tiket 2,5 juta / orang, dalam pemikiran saya pesawat logistik pesawat yang agak besar, ternyata pesawat yang berpenumpang 7 seat dan berbaling2 satu, beberapa teman meledek kami ” bahwa itu bukan pesawat tapi layang-layang”,

Ternyata ledekan teman benar adanya, kami 2 jam melayang-layang diangkasa dengan sesekali terpelanting karena menabrak awan, turbulensi tak dapat kami hindari utamanya tabrakan angin kencang di lembah – lembah Wamena, semua do’a yang kami hafal kami panjatkan ke Allah Tuhan Pemberi selamat, hampir 2 jam dengan bertabrakan dengan awan dan melayang – layang seperti bertahun2 dalam kesengsaraan dan ketidak pastian.
Alhamdulillah sujud syukur kami panjatkan saat gerombolan rumah dan gedung terlihat dari atas, ada harapan terlihat dibawah, terlebih saat pesawat dapat mendarat dengan baik. semua penumpang turun dan ada yang ke kamar mandi, ada yang mancari tempat duduk, ada yang lesehan di lapangan, ada juga yang mencari makanan semua merasakan pusing, mual dan ingin m*ntah.

Sujud syukur yang tadi ternyata sujud syukur pertama, lantaran pesawat hanya transit alias belum sampai di bandara Sentani Jayapura, akan tetapi masih di Wamena. masih 50 nenit lagi kami harus berjuang dengan melawan lembutnya awan, saat saya tanya ke pilot ” bagaimana kondisi menuju Jayapura? pilot menjawab penerbangan akan lebih cepat karena dibantu angin yang punya arah sama ke Jayapura”.

Alhamdulillah setelah 45 menit dari Wamena kami dapat mendarat dengan baik di Sentani Jayapura, meski bukan yang pertama kali naik pesawat kecil, namun kali ini yang paling dahsyat yang saya rasakan.

Perjalanan kami ke Bangladesh dalam penanganan Rohingnya meski sempat ditahan pihak militer, tidak sedahsyat di Asmat Papua.

Pastinya Sebuah Ketidakpastian, dan Mahalnya sebuah kepastian, yang kami rencanakan di Jakarta hampir berubah menyesuaikan kondisi lokal

Alhamdulillah semoga berkah
#CatataNUpeduliAsmat
#NUbersamaUmmat
#TimNUntukAsmatPapua

Sumber : Status Facebook M Wahib Emha

 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed