by

Cak Nun, Kiai Leles dan Kiai Nggathilut

Mbah Sungeb memilih mendatangi orang-orang yang tak akan mau mendatangi ataupun mendengarkan kyai mana pun dan kyai mana pun akan merasa tak pantas mendatangi mereka karena kehinaan maqom mereka. Orang-orang yang tersingkir dari terangnya sinar lampu-lampu, dari leganya jalan lapang, dari harumnya taman-taman.

Mbah Sungeb memilih melèlès sampah-sampah untuk siapa tahu bisa didaur-ulang menjadi sesuatu yang lebih berharga.

Kenyataannya, komplek pelacuran itu bubar tak lama sesudah Mbah Sungeb wafat. Saya beriman bahwa secara ruhaniyyah Mbah Sungeb punya andil atas kebubaran itu.

Untuk menjadi kyai nggathilut nyaris tak perlu investasi maupun usaha. Tinggal nangkring saja. Untuk menjadi kyai lèlès yang sukses, dituntut keteguhan jiwa dan mental wiraswasta yang dhukdhèng.

“Kyai Muhammad Ainun Najib”, begitu saya menyebut namanya ditengah walimah pengantin sepupu saya, Bisri Mustova bin Mustofa Bisri dan Ines, isterinya.

Dan saya katakan dihadapan hadirin bahwa “entah Cak Nun itu kyai beneran atau tidak, dia sudah biasa ngelakoni pekerjaannya kyai”.

Saya memang dari dulu mengkategorikan Cak Nun sebagi kyai lèlès. Dan dia mungkin punya ambisi dan vitalitas bisnis yang lebih besar dari Mbah Sungeb. Itu sebabnya Cak Nun mau melakukan sofistikasi gaya, metode dan teknologi dalam usaha lèlèsnya.

Terkait dengan kontroversi yang dibikin Cak Nun terhadap NU dan Ansor belakangan ini, saya menduga dia cuma sedang mencoba melèlès HTI dan kalangan Islam gagap lainnya.**

Sumber: islami.co

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed