by

Blunder PKS dan Gerindra Jagokan Edy Rahmayadi

Di dalam pernikahan yang dilangsungkan hampir satu tahun silam, ada dua sosok militer yang mendapat bagian di dalam pernikahan dua insan, dari dua suku yang berbeda.

Perwakilan Jawa diberikan kepada Moeldoko, sebagai perwakilan dari pihak keluarga perempuan. Sedangkan perwakilan Sumatera diberikan kepada Edy, sebagai perwakilan dari pihak keluarga laki-laki. Menarik.

Melihat dua jenderal yang mengisi pernikahan anak Jokowi, Kahiyang dan Bobby adalah hal yang menarik perhatian dan kurang disadari. Moeldoko dan Edy, diberikan kepercayaan yang begitu luar biasa, dalam mengisi acara pernikahan anak Jokowi.

Jangan-jangan hal ini dilewatkan juga dari mata Gerindra dan PKS, bahwa Edy Rahmayadi adalah keluarga besar dari keluarga Joko Widodo. Selamat untuk kemenangannya!

Ini bukan lagi ikatan keluarga biasa. Jokowi meminta Moeldoko dan Edy untuk menjadi bagian keluarganya. Ini adalah cara membuka pintu silaturahmi antar keluarga.

Pernikahan Kahiyang dan Bobby adalah sebuah momen pernikahan yang bukan hanya mempersatukan dua insan, namun mempersatukan dua kebudayaan, di tengah konstelasi politik yang pada saat itu… Panas.

Kerabat dekat Jokowi, Ahok tidak bisa menghadiri prosesi itu, karena ia saat itu menjadi korban dari vonis hakim kepada dirinya, yang dianggap bersalah karena menista agama. Lucu ya, agama bisa dinista. Apapun itu, penulis menghormati keputusan hakim, dan itu sudah bersifat final.

Ahok diwakilkan oleh Veronica Tan pada saat itu, dalam menghadiri pernikahan Kahiyang dan Bobby. Raut wajah Veronica begitu sedih ketika bertemu dengan Ibu Iriana.

Ibu Iriana pun tak kuasa menahan raut wajah sedih dan dengan tangan yang terbuka, Iriana menerima tumpahan kesedihan dari sosok Veronica Tan.

Veronica Tan pada saat itu datang bersama Djarot Saiful Hidayat dan Happy, sang istri. Mereka bersama-sama berangkat dengan tiket penerbangan yang sama.

Mereka berada di pesawat menuju ke Solo, dan Djarot pada saat itu belum mendeklarasikan diri ataupun dideklarasikan oleh PDI-P untuk bertarung di Sumatera Utara.

Keberadaan Djarot dan Edy, ada di tempat tersebut. Djarot mungkin pada saat itu tidak tahu bahwa Edy akan menjadi partner dalam merebut kepemimpinan di Sumatera Utara. Edy pun rasanya belum terpikir bahwa ia akan bertarung dengan Djarot, dalam menjadi pemimpin di Sumatera Utara.

Djarot dan Sihar adalah dua sosok yang paling ditakutkan oleh Edy Rahmayadi, ketika mereka menjelma menjadi petarung di tanah Sumatera Utara. Ia mengkampanyekan cara-cara damai dan baik.

Djarot Saiful Hidayat dengan segudang pengalaman harus kalah di bawah mantan Pangkostrad dan mantan ketua umum PSSI.

Memang harus diakui, bahwa warga Sumatera Utara adalah warga yang belum siap akan perubahan. Jakarta saja belum siap, bagaimana mau Sumut? Sekali lagi, selamat ya warga Sumut!

Namun kemenangan Edy atas Djarot di dalam pilkada Sumatera Utara menjadi sebuah kemenangan yang wajar. Itu biasa. Mengapa? Karena banyak warga Sumatera Utara yang memilih Edy, karena Edy juga mengaku bahwa dirinya adalah pendukung Jokowi.

Benar-benar mengagumkan atas apa yang dikerjakan Jokowi. Ia bisa mendadak berada beberapa langkah di depan oposisi, untuk mempertontonkah kegagahannya. Percaturan politik yang begitu apik, membuat banyak orang terpikat atas goyangan yang dilakukan Jokowi.

Bagaimana mungkin sebelum terjadi pertarungan di Sumatera Utara, Edy bisa-bisanya diminta Jokowi untuk melakukan prosesi penyiraman calon menantunya? Dari gunung mana Jokowi bersemedi, sampai-sampai bisa bergerak begitu luar biasanya?

Begitulah catur-catur.

Sumber : facebook Muhanto Hatta

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed