by

Berdasar Syariah, Kewajiban Istri Hanya Saat Berhubungan Badan Bukan Lainnya

Alasannya karena suami memberi nafkah alias uang kepada istri, maka diijtihadkan lah bahwa istri pun jadi punya kewajiban mengerjakan urusan rumah tangga, urus anak-anak, urus dapur, urus masak, belanja, nyapu, ngepel, nyuci, njemur, nyetrika, ngecat garasi dan kasih makan sapi.

Maka job istri bertambah dari kewajiban aslinya yang hanya urusan jima’ saja menjadi tugas-tugas sebagai pembantu.

Alasannya, karena akad transaksional tadi. Suami bayar istri, maka istri wajib mengerjakan semua itu.

Ini semua sebenarnya merupakan ijtihad baru di masa sekarang. Lucu juga sebenarnya. Mereka yang kampanye kebebasan wanita dalam Islam, justru malah jadi pendukung gagasan menjadikan istri sebagai pembantu rumah tangga.

Padahal sepanjang 14 abad ini, Syariat Islam tidak pernah memposisikan istri sebagai pembantu rumah tangga. Defaultnya cuma wajib tinggal bersama suami dan wajib melayani jima’. Itu saja SOP-nya. Dan untuk itu suami wajib memberi nafkah, mahar dan sebagainya.

Tapi para juru dakwah hari ini malah terbolak-balik pemikirannya. Rancu dan ribet sekali. Entah termakan isu dari mana, kok malah ramai-ramai kompak membebani istri dengan job-job yang sama sekali bukan teritorinya. Seolah-olah akad nikah itu adalah kontrak kerja seorang wanita untuk jadi pembantu rumah tangga syar’i dan legal di rumah suaminya.

Ibarat anda diterima kerja di suatu perusahaan, jabatan resminya sih jadi sekretaris, tapi job-job anda di semua lini, jumlahnya tak terhingga. Semua kerjaan jadi tanggung-jawab anda.

Sebenarnya sah-sah saja, asalkan anda sebagai karyawan menerima dengan ridha, rela, ikhlas, dan pasrah saja untuk mengerjakan semuanya.

Lalu atasan anda tepuk tangan. Senang sekali dia. Bisa bayar murah satu orang untuk mengerjakan banyak job.

Sumber : Status Facebook Ahmad Sarwat, Lc.MA

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed