by

Berdamai dengan Covid-19, Seperti Hidup Serumah dengan Ular Cobra

Pernyataan itu disambut dan diperkuat Pakar WHO, Soumya Vishwanathan yang menegaskan “Dalam jangka waktu empat hingga lima tahun kita baru bisa mengendalikan ini,” ujarnya yang ditayangkan Times of India, Sabtu (16/5/2020). Pernyataan kedua pejabat itu membuktikan bahwa WHO sebenarnya masih gundah, galau, agak-agak “give up” belum menemukan cara dalam mengatasi pandemi Covid-19.

Sebelumnya, WHO dalam laporannya menyebutkan bahwa lockdown telah membantu mencegah penyebaran, kemudian dikoreksi, “Tetapi bukan cara yang paling efektif untuk menghentikan virus”. Agar virus benar-benar berhenti menyebar, minimal 60 – 70 persen populasi mendapatkan kekebalan dari infeksi mematikan ini. 

Tetapi ternyata teori Herd Immunity terbantahkan, tidak mungkin akan terjadi pada virus corona SARS-CoV-2, karena virus memengaruhi setiap kelompok umur atau kategori. Teori berkembang, katanya satu-satunya cara yang memungkinkan mengatasi Covid adalah dengan mengembangkan vaksin dengan cepat. Nah, kini dimunculkan persoalan, dikatakan bahwa ada masalah lain saat vaksin ditemukan, strain sangat banyak karena virus terus bermutasi, akhirnya kesimpulan WHO, butuh waktu 4-5 tahun untuk mengatasi covid, kita diminta berdamai dengan virus. Nampaknya memang ada misteri yang belum dapat diungkap. Benarkah begitu?

Bisakah Berdamai Dengan Virus?

Saran WHO agar manusia berdamai dengan Virus jelas antara bisa dan tidak bisa berdamai. Sepertinya kita terpaksa hidup serumah dan hidup di mana-mana bersama-sama ular Cobra. Kalau tiap orang faham karakter dan bahaya ular Cobra agar tidak menggigit, benar kita bisa aman, artinya kita hidup harus terus waspada, tidak boleh teledor. Tetapi seberapa banyak orang Indonesia yang mau mengerti dan faham?

Kondisi saat ini saja, warga Jakarta sudah diberi tahu PSBB jangan mudik, pakai masker jangan kumpul lebih lima orang, jaga jarak agar tidak tertular atau menulari, yg coba nerobos mudik masih banyak. Banyak yg tidak peduli, pemda DKI mencoba mengunci virus di DKI sebagai epicenter pandemi jangan nyebar ke propinsi lain. Didapat informasi sdh 1,5 juta yg lolos, tahun lalu ada 7 juta yg mudik.

Ditayangkan di media ada saja yang sibuk mau mudik dan belanja baju lebaran, berdesak-desakan di pasar-pasar sebagai tradisi yang rumusnya “harus”. Salat tarawih di mushola saja sudah dilarang tapi ada yg melanggar. Ada kisah satu Imam positif, terus menulari jamaahnya. Belum lagi ada jenazah positif covid, dipaksa dibawa pulang, Astaghfirullah, bungkus steril dibongkar, mayat diciumi, dimandikan, terus satu kampung di isolasi, kasus lain yang satu, warga satu RW diisolasi banyak yg tertular. Itu contoh betapa sulit menjelaskan bahaya Corona. Ini teroris yg keciiil sekali, jadi “sapa takut” kan begitu istilahnya rakyat kecil. Kalau sudah tidak disiplin begitu yang disalahkan 
pejabat, ya Bupati, Gubernur .

Kasus di luar negeri, Rusia saja sebagai salah satu super power, sedang pusing, karena kini beredar corona asal Italia. Rusia mencapai penyebaran Covid-19 yg semakin parah dan saat ini berada di peringkat ke 2 di dunia (belakang AS) utk kasus yg terkonfirmasi. Moscow paling parah, krn dr total 281.752 kasus yg terkonfirmasi, 142.824 (setengah lebih) tercatat ada di Moskow. Penyebabnya karena mereka yg muda sulit diatur, spt di sini. 

Kini virus telah menyebar ke seluruh wilayah Rusia (negara terluas daratannya) dan juga menyebar ke beberapa tempat terpencil serta miskin. Presiden Rusia Vladimir Putin beserta 85 Kepala daerah adalah sepakat, keputusan lockdown atau economic reopening terserah pimpinan wilayah. 

Peluang dan Harapan Indonesia

Secara riil, kondisi saat ini diseantero dunia manusia sedang berperang melawan virus Corona. Di negara kita, lawan yg tidak kasat mata ini sudah mampu melakukan penetrasi ke masyarakat, memanfaatkan perilaku, tradisi, budaya, tidak disiplin, norma, cara berfikir yang naif, dan banyak hal lain lagi. Presiden Jokowi adalah panglima perangnya, para Kepala Daerah adalah Komandan- Komandan pertempuran.

Dalam teori pertempuran militer, menghadapi kondisi terburuk bila kita diserang dengan dahsyat , pasti ada peluang penyelamatan. Hal ini disampaikan komandan berupa harapan yaitu taktik, yang diterapkan di medan- medan tempur wilayah (Propinsi dan Kabupaten). Taktik intinya mengacu kepada strategi dan arahan panglima, secara khusus komandan berimprovisasi karena lebih hafal sikon dan medan tempurnya. 

WHO sebagai ahli strategi dunia internasional kini sementara ‘give up’, mungkin juga melihat negara-negara besar menjadi korban parah. Karena itu panglima perang Indonesia memang mengambil referensi WHO sebagai Badan Kesehatan Dunua, “Berdamai dengan Corona 4-5 tahun, berbagi ruang peradaban dengan virus SARS-CoV-2”.

Tanpa harapan, secara psikologis pasukan akan lemah semangat tempur dan juangnya, bisa-bisa menyerah dan dedel duel. Harapan tinggi mampu mengembangkan
pathway thingking yaitu individu dengan harapan yang tinggi dipenuhi dengan energi mental dan memiliki langkah-langkah dalam mencapai tujuan. Selain hal tersebut, agency thingking atau motivasi dalam diri akan memberi kekuatan saat seseorang menghadapi masalah. Nampaknya Presiden Jokowi sudah memikirkan worst condition dengan apa yang disampaikan WHO tersebut.

Kembali kepada pemikiran misteri Corona virus saat ini, yang beredar di Indonesia menurut LBM Eijkman, dari hasil penelitian pakar di LN, virus di Indonesia berbeda dengan tiga tipe yg beredar di negara lain. Lantas kita mau apa? Menunggu vaksin, jelas lama, belum tentu efektif karena beda-beda virusnya, herd immunity juga kecil peluangnya, bahkan bisa-bisa korban terpapar makin banyak dan yang meninggal tambah banyak, rumah sakit tidak akan mampu menampung.

Strategi Jokowi Selaku Panglima Perang

Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemerintah saat ini fokus pada pelarangan mudik dan pengendalian arus balik Lebaran tahun ini. Kebijakan larangan mudik tetap berlaku pada minggu ini dan kedepannya.

“Dalam minggu ini maupun minggu ke depan, kedepannya lagi, dua minggu ke depan, pemerintah masih akan tetap fokus pada larangan mudik dan mengendalikan arus balik,” ujar Presiden dalam rapat terbatas penanganan Covid-19, Senin, (18/5/2020).

Presiden meminta Kapolri dan Panglima TNI untuk membantu memastikan pelarangan mudik berjalan efektif di lapangan. Pelarangan dilakukan terhadap aktivitas mudiknya, bukan transportasi.

Karena transportasi, sekali lagi transportasi untuk logistik, untuk urusan pemerintahan, untuk urusan kesehatan, untuk urusan kepulangan pekerja migran kita. Dan juga urusan ekonomi esensial itu tetap masih bisa berjalan dengan protokol kesehatan yang ketat,” katanya.

Presiden menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada pelonggaran atau relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB). Pemerintah baru mempersiapkan skenario adanya pelonggaran PSBB. Skenario tersebut akan diterapkan pada momentum yang tepat.

Presiden Jokowi, kini fokus membatasi arus mudik, terutama dari Jakarta sebagai epicenter pandemi nasional. PSBB menunjukkan hasil positif di Jakarta. Data hari Senin (18/5), untuk di Pulau Jawa yang menonjol, DKI warga positif kasus baru 49, total kasus 6.059, meninggal dlm 24 jam “Zero” total meninggal 463. Jawa Timur kasus baru 144, total kasus 2.296, meninggal dlm 24 jam 15, total meninggal 209. Jawa Barat kasus baru 25 total kasus 1677, meninggal dlm 24 jam 13 total meninggal 123, Jawa Tengah kasus baru 8, total kasus 1.265, meninggal dlm 24 jam “Zero”, total meninggal 70. Untuk luar Jawa yg menonjol Sulawesi Selatan, kasus baru 66, total kasus 1.017, meninggal dalam 24 jam 2, total meninggal 55.

Dari data terlihat bahwa PSBB menunjukkan hasil bagus di Jakarta, yg meninggal Zero, terinfeksi baru 49 sementara Jatim kasus baru 144 dan dlm 24 jam yg meninggal 15. Nah lima besar yg terinfeksi adalah DKI, Jatim, Jabar, Jateng dan Sulsel (satu propinsi dengan jmlh terpapar datas 1.000.

Penulis juga tidak 
mengesampingkan ramalan anak Indigo India, Pada 22 Agustus 2019, di saluran YouTubenya, Abighya Anand, 14 tahun, meramalkan bahwa dunia akan memasuki fase sulit mulai November 2019 hingga April 2020. Periode 6 bulan ini akan melihat penyebaran penyakit global dan meningkatnya ketegangan global. Pada puncaknya pada 31 Maret 2020 yang akan menandai puncak dari negara ini, dengan dunia tampak tegang.

Namun pada 29 Mei 2020 saat bumi mengorbit dari periode yang sulit ini, itu akan menandai penurunan penyakit global karena penyebarannya akan lebih mudah ditangani.

Kesimpulan dan penutup

Disimpulkan bahwa sementara ini khusus virus corona covid-19 belum ditemukan vaksin atau obatnya. Kalau toh ditemukan masih butuh waktu panjang. Herd Immunity juga dianggap sulit tercapai. Sambil menunggu jln keluar, WHO meminta negara2 menerapkan protokol Covid-19. 

Mohon diwaspadai apabila hidup bersama virus Corona ini, harus teliti dalam kebersihan, kesehatan dan masing2 individu mampu menjaga agar tidak terpapar. Ini adalah perubahan yg sedang terjadi, yang penting harapan harus besar, dan saling mendukung . Penulis menyarankan, perbaiki data penduduk. Stlh 2 bulan masyarakat dikelompokkan usia 45 kebawah, yg sehat dan yg terkait komorbid. Usia 46-60 agak dibatasi ruang geraknya, tetap disiplin protokol. 60 keatas di beri penjelasan better Stay at Home atau WFH.

Mari kita dukung pak Jokowi sebagai Presiden maupun panglima perang lawan Corona, jangan direcoki. Power dan amanah sdh diterimanya, kita ikuti apa strategi beliau, dan juga taktik2 para kepala daerah terutama 4 gubernuh di pulau Jawa yg mumpuni. Semoga dapat ditemukan jalan keluar sisi tehnis kesehatan, dan juga kita tunggu beberapa hari lagi kita akan sampai tgl 29 Mei, diramalkan akan terjadi penurunan penyakit global. Semoga bermanfaat .

 

(Sumber: Facebook Prayitno Ramelan)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed