by

Beratnya Syarat Menuduh Kafir

Cendekiawan Muslim dan pakar ekonomi Islam, Dr. Umar Abdullah Kamil menyebutkan dalam kitab At-Tahdhir al-Mujazsafah takfir bahwa jika ingin menuduh kafir pada orang lain, maka harus ada hal-hal yang harus diperhatikan.

Pertama, adanya bukti yang kongkrit dan tidak tergesa-gesa kalau kita tidak melihat hal tersebut secara langsung. Harus memastikan bahwa pembawa kabar adalah orang yang adil, amanah, dan yang benar-benar jujur. Tidak ada permusuhan dan perbedaan pendapat antara orang yang memberi informasi dan orang yang divonis kafir.

Kalau ada berita yang sampai kepada kita, bahwa si fulan telah melakukan perbuatan yang menyebabkan kekafiran, maka perlu diklarifikasi terlebih dahulu apakah perbuatan tersebut benar-benar membawa kekufuran.

Kalau demikian kita cukup memvonis kalau perbuatan tersebut adalah benar-benar sebab kekafiran tanpa harus mengkafirkan si pelaku. Kecuali kalau memang kita melihat dan mendengar secara langsung apa yang telah dilakukan orang tersebut atau membaca langsung apa yang telah ditulis dan dianggap keluar dari Islam.

Kedua, untuk menuduh kafir terhadap seseorang yang telah melakukan sebuah perbuatan atau perkataan kufur dan i’tikad kufur maka harus dipastikan kalau orang tersebut benar-benar faham dan tahu bahwa yang dia ucapkan dan yang dia lakukan adalah sebuah kekufuran. Kalau orang yang melakukan hal tersebut adalah orang yang bodoh, yang tidak faham akan hal yang dia lakukan, maka tidak boleh menghukum dan menuduhnya sebagai kafir. Yang wajib kita lakukan adalah menerangkan kepadanya dan memahamkannya bahwa hal yang dia lakukan adalah kekufuran yang tidak boleh diulangi lagi. Allah SWT berfirman:

وما كنا معذبين حتي نبعث رسولا

 “Kami bukanlah seorang penghukum kaum yang belum didatangi rasul kepada mereka”.

Ketiga, adanya kesengajaan dari orang tersebut. Apabila melihat seseorang melakukan kekufuran tanpa kesengajaan seperti kesalahfahaman dalam mentakwil nash yang kemudian jatuh kepada hal yang membuatnya menjadi kafir. Maka hal tersebut tidak membuatnya kafir karena melakukan suatu dosa tanpa ada unsur kesengajaan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 5 yang artinya, “Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf terhadapnya. Tetapi yang ada dosanya, apa yang kamu sengaja oleh hatimu.”

 

Dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Baihaqi, Rasulullah Saw telah bersabda:

إن الله عن أمتي الخطأ والنسيان

“Sesungguhnya Allah telah mengampuni karenaku apa yang dilakuakan umatku karna kesalahan dan kelalaian”.

Ibnu taimiyah berkata: “Hadisini umum mencangkup masalah perkataan maupun berbuatan”. Ulama’ salaf selalu berbeda pendapat dalam banyak hal dan tidak pernah satu pun dari mereka bersaksi bahwa orang yang berbeda pendapat adalah kafir, fasik, atau ahli maksiat.

Keempat, maksud dan pilihan. Artinya, kita harus benar-benar bisa memastikan bahwa orang yang melakukan pekerjaan yang bisa menyeretnya ke dalam kekufuran. Tentunya syarat ini tidak secara mutlak melainkan hanya bisa diterapkan pada perbuatan dan perkataan yang mempunyai banyak penafsiran. Maka syarat ini tidak berlaku jika terdapat orang yang mengatakan bahwa yang dilakukan tidak bermaksud untuk berbuat kufur. Oleh karena itu apabila terdapat seorang muslim yang sujud dan menyembah patung Budha, harus ditanyai apakah yang tujuan sujudnya. Jika dia menjawab hanya sekedar hormat dan kagum kepada sang Budha, maka jawaban ini tidak bisa diterima. Karena apa yang ia lakukan hanya punya satu penafsiran yaitu pemurtadan.

Kelima, tidak adanya paksaan. Ucapan atau perbuatan kufur yang disebabkan oleh paksaan tidak membuatnya kafir. Karena bahwa Allah SWT tidak akan mengadzab atau menyiksa atas apa yang telah dilakukan hambanya dari keadaan terpaksa. Seperti disebutkan dalam firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 106.

Keenam, perbuatan atau ucapan yang keluar dari orang yang divonis kafir tidak bisa ditafsirkan kecuali bentuk kekufuran secara ijma’ ulama’. Syarat ini merupakan pelengkap syarat keempat. Artinya seseorang divonis kafir jika dia telah melakukan perbuatan atau mengucapkan perkataan yang tidak bisa ditakwili atau ditafsiri kecuali suatu bentuk kekufuran. Kalau perbuatan dan perkataan tersebut masih ada kemungkinan bisa diartikan sesuatu yang bukan kekufuran, walaupun dengan tafsiran yang lemah maka hal tersebut tidak bisa dianggap sebagai bentuk kekufuran. Kecuali orang tadi mengatakan bahwa yang ucapan atau perbuatannya memang bertujuan untuk kufur.

Itulah syarat-syarat yang harus terpenuhi bagi orang yang ingin memvonis kafir terhadap orang lain. Dengan memahami syarat-syarat tersebut, maka peluang mengkafirkan orang lain adalah sangat sempit sekali. Tidak terbuka secara luas tapi hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melakukannya, yaitu orang-orang alim yang faham betul dalam hukum agama dan Maqasid as-Syariah.

Sumber : islami.co

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed