by

Berapa Bayaran Bambang Widjojanto?

Sebagai Tim Hukum kubu Prabowo, dengan 7 tuntutan ke MK yang antara lain meminta mendiskualifikasi Jokowi-Ma’ruf serta melantik Prabowo-Sandi sebagai presiden dan wakilnya, tentu Bambang Widjojanto dan tim tak berada di ruang hampa. Apalagi jika dikabulkan. Karena itu, membicarakan apa-siapa Bambang Widjojanto, sampai pun soal bayaran, dalam konteks pertanggungjawaban publik.

Jika proporsional sebagai tim hukum, kita bisa menghargainya. Tapi Bambang Widjojanto tampak lebih menjadikan move politik dengan manuver-manuver yang lemah secara hukum. Lihat pose-pose yang diambil Bambang di depan media. Tidak substansial secara material hukum. Di luar 7 tuntutan awal, kini ada tuntutan susulan, tentang status Ma’ruf Amien selaku komisaris bank, dan permintaan mereka pada MK agar seluruh komisioner KPU didemisioner. Ini jurus hukum atau jurus silat? Silat lidah?

Jika Bambang mengatakan temuan status Ma’ruf Amien sebagai sesuatu yang ‘wow’ dan penting banget, benar-benar menyedihkan. Karena ketika capres-cawapres mendaftar, KPU otomatis melakukan cross-check atas semua ketentuan dan syarat berlaku. Ini bukan jaman darurat Reformasi 1998, dimana Gus Dur bisa menjadi presiden dengan pelanggaran administrasi. Amien Rais mingkem soal ini. 

Ketidakcermatan Bambang dan tim-nya, lebih menunjukkan bahwa tim hukum abal-abal ini, seperti dalam pepatah Jawa ‘timun wungkuk jaga imbuh’. Hanya pelengkap penderita, agar Prabowo-Sandi bisa berkata pada pendukungnya; kalaupun kalah, karena dicurangi penyelenggara dan lawan mereka. Bukan karena kualitasnya. Meski sebenarnya memang tak berkualitas. Cap ijtima ulama saja yang membuat mereka tertolong.

Kita terjebak dalam perdebatan meletihkan soal Prabowo atau Jokowi. Seolah mereka sangat penting. Lebih penting dari itu ialah perubahan mindset kita tentang berbangsa dan bernegara. Apakah Bambang Widjojanto, Denny Indrayana, serta anggota tim lainnya, melihat persoalan ini? 

Kalau kita ngomong soal moralitas dan integritas seseorang, bukan karena kebencian atau iri-dengki. Tapi karena mereka bekerja di ruang publik, atas nama publik, berdampak ke publik. Kita menanyakan berapa bayarannya, lebih karena kepantasan mereka sebagai pendekar hukum. Kecuali mereka cuma mau seperti pendekar silat Wiro Sableng, dengan Kapak Naga Geni 212? Cuma mau menghibur kita, jangan pesimis, masih ada orang yang konyol seperti dirinya?

 

(Sumber: Facebook Sunardian Wirodono)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed