by

Benarkah Tidur Tengkurap Haram?

Jika konsisten, dimana dalam Ushul fikih halal haram hanya bisa lahir dari dalil yang saheh, sampai pada taraf qathiuyul wurud, قطعي الورود dan tidak ada dalil kebalikannya, maka dapat disimpulkan haram jika hadis sahih tersebut larangan. Kalau ternyata sanad hadis tersebut lemah, seperti hadis larangan tidur tengkurap, maka hukum maksimal yang bisa diterapkan adalah الكراهة، atau makruh.

Oleh sebab itu tidak heran kalau Al-Nawawi (pensyarah Sahih Muslim) dalam majmu Syarah Muhadzab hanya menghukumi makruh, tidak sampai haram;

ونَصَّ الحنفيَّةُ والشَّافعيَّةُ والحَنابِلَةُ وغيرُهم على كَراهة النَّوْم على البَطْن؛ قال النَّوَوِيُّ في (المجموع): “ويُكْرَهُ الاضْطِجَاعُ على بَطْنِهِ”.
Seperti keterangan diatas, bukan hanya Imam Nawawi tapi ulama 3 madzhab hanya memakruhkan tidur tengkurap tidak sampai mengharamkan.

Menurut para ulama dahulu maupun kontemporer, hadis-hadis larangan tidur tengkurap statusnya dhaif, lemah, meskipun ada yang mensahehkan, tetapi yang rajih adalah lemah. Dari beberapa riwayat jalurnya lemah, ada yang mencapai derajat Hasan, akan tetapi hadis mursal.

فقد وردت عدة أحاديث في النهي عن النوم على البطن، وقد ضعفها بعض أهل العلم من المتأخرين ومن المعاصرين، وصححها البعض الآخر، وإن كان الراجح ضعفها، والأحاديث الواردة في الباب لا تخلو من ضعف، وأحسنها مرسل عمرو بن الشريد، فإن رواته ثقات عن آخرهم، ولحال هذه الأحاديث فلا يمكن القول بثبوت تحريم هذه الهيئة في الاضطجاع.
Itu alasan kenapa para ulama hanya menghukumi makruh.

Ada hadis saheh tentang etika tidur dari Nabi, diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Imam muslim,

أنه صلى الله عليه وسلم قال له: “إذا أتيت مضجعك فتوضأ وضوءك للصلاة ثم اضطجع على شقك الأيمن ….”
“Jika kalian hendak tidur, maka wudulah seperti hendak shalat, dan tidurlah ke samping kanan (tubuhumu)…”

Hadis yang menyebutkan Nabi menggerakkan orang yang tidur supaya bangun dengan kaki, tidak terdapat dalam kitab saheh Bukhari Muslim. Jadi saya tidak merasa perlu mengomentari apakah betul Nabi melakukan tindakan yang menurut kita saat ini keluar dari norma kepantasan.

Jadi setiap hadis, andaipun saheh tidak berdiri sendiri, ia akan mempunyai makna yang dapat dipertanggungjawabkan apabila hadis semakna dan berkaitan sudah dikontruksi berdasarkan kaidah Ushul fikih maupun kaidah fikih.

Mengutip Satu hadis menjadi meme, alih-alih menjadi ibadah, bisa jadi malah dosa besar karena berbohong atas nama Nabi. Wallahu a’lam.

Sumber : Status Facebook Ahmad Tsauri

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed