by

Awas Bahaya Laten HTI

 

Setidaknya ada dua kalangan umat yang paling disasar. Pertama adalah Muslim modernis yang sejak awal terobsesi dengan jargon kembali ke Al-Qur’an dan As-Sunnah. Obesesi mereka yang awalnya berorientasi pada pemurnian akidah mudah sekali dibelokkan ke dalam wawasan politik khilafah Islamiyah. Kedua adalah Muslim awam yang memang tidak mempunyai pendasaran ilmu keagamaan yang mencukupi. Kelompok ini umumnya adalah abangan yang hijrah menjadi santri; semangat keagamaan mereka yang meluap-luap mudah sekali terlepas dari tradisi keilmuan Islam yang sangat kaya.

Dua kalangan ini telah diguyur mimpi khilafah sejak lama. Setidaknya sejak dekade 1980-an, para pegiat HTI telah menjangkarkan pengaruhnya di tengah umat Islam Indonesia. Khususnya lagi setelah Soeharto berpaling ke Islam politik di awal 1990-an, HTI semakin merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan bernegara kita. Arus demokrasi yang memuncak pada Reformasi 1998 malah membuka jalan bagi mereka untuk bergerak lebih jauh lagi.

Untungnya ada NU. Sejak awal 1990-an Gus Dur telah mengingatkan bahaya sektarianisme yang salah satunya mengacu pada fenomana gerakan Islam trans-nasional seperti HTI. Gerakan ini berbahaya bukan hanya mau mengubah dasar negara Pancasila, tetapi lebih dari itu mereka berupaya memecah belah bangsa. Persatuan Indonesia mau diganti oleh sentimen keumatan yang sempit.

Sayangnya ketika itu peringatan Gus Dur kurang ditanggapi serius. Masyarakat masih saja menganggap bahwa bahaya laten negara kita adalah PKI. Sekarang terbukti bahwa bahaya laten negara kita yang sesungguhnya adalah HTI!

Lagi-lagi karena tekanan NU, terutama lewat aksi-aksi Banser di mana-mana, pemerintahan Jokowi akhirnya memutuskan melarang HTI. Keputusan yang sangat terlambat ini harus diapresiasi. Tidak seperti SBY, Jokowi jauh lebih berani. Namun rupanya keputusan ini masih setengah hati. Meski terlarang, para pegiat HTI masih terus berkeliaran menyebarkan ideologinya. Aparat hukum dan keamanan masih terlihat gamang menyikapinya.

Sekali lagi untung ada NU. Organisasi Islam tradisionalis terbesar di dunia ini terus mengingatkan bahaya laten HTI terhadap integrasi NKRI. Melihat hal ini, para pegiat HTI marah sekali. Mereka menyiapkan cara untuk memukul balik. Kesempatan itu datang di hari santri kemarin. Pembakaran bendera HTI diberitakan menjadi pembakaran kalimat tauhid. Proganda mereka, untuk sementara, cukup berhasil.

Tetapi, ingat, Banser bukan Ahok. Menantang Banser hari ini sama dengan mengundang kembali ingatan terhadap tragedi 1965-1966. Bagi ratusan ribu anggota Banser yang telah digembleng kaderisasi bertahun-tahun lamanya, HTI sudah dianggap sama dengan PKI. Jangan sampai sejarah kelam di masa lalu itu terulang lagi!

 

(Sumber: Facebook Amin Mudzakkir)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed