by

Arab Saudi Jalin Hubungan Baik Dengan China

Oleh Prof Sumanto Al Qurtuby

Di saat sejumlah pihak dan kelompok Islam di Indonesia sedang kenceng-kencengnya teriak anti “China aseng-kapir”, Arab Saudi justru sedang “mesra-mesraan” atau ber-“honeymoon” ria dengan “si aseng-kapir” China itu.

Beberapa bulan lalu, Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengadakan kunjungan diplomatik dan bisnis ke PRC (China) seperti foto di bawah ini (courtesy: Arab News). Dalam lawatannya itu, kedua negara sepakat menggalang kerja sama di berbagai bidang ekonomi dan kebudayaan. Keduanya berhasil menandatangani puluhan Memorandum of Understandings (MoU) di berbagai sektor: petrochemicals, energi perminyakan dan gas, desalinasi air, transportasi, telekomunikasi, elektroni, pengetahuan & teknologi sampai masalah pendidikan dan kebudayaan.

Kunjungan Putra Mahkota Mohammed bin Salman ke China ini bukanlah kunjungan kenegaraan pertama bagi Saudi. Sebelumnya, pada 2006, mendiang Raja Abdullah juga mengadakan kunjungan ke PRC yang kemudian dibalas dengan lawatan Presiden Hu Jintao ke Saudi yang disambut hangat oleh pihak kerajaan.

Relasi Sino-Saudi ini sangat menarik. Saudi adalah negara anti-komunis dan selalu medukung langkah-langkah Amerika Serikat (AS) dalam memerangi “bahaya laten komunis” di tingkat global dan international. Pada waktu Perang Dingin antara AS dan Soviet berkobar, Saudi salah satu negara yang berada di barisan paling depan mem-back up AS. Saudi juga mendukung Amerika dalam upaya mengusir “Tentara Merah” Soviet yang menginvasi Afganistan sejak awal 1980-an.

Oleh karena itu tidak heran, kalau dulu hubungan Saudi dan China sangat buruk, terutama sejak rezim komunis Mao Tse Tung berhasil menaklukkan Tiongkok pada tahun 1949. Saudi tidak membuka hubungan diplomatik dengan PRC. Setelah Soviet tumbang pada 1989, dan China mulai melakukan “liberalisasi ekonomi” (yaitu setengah komunis, setengah kapitalis), Saudi kemudian mulai menjalin hubungan diplomatik dengan PRC pada tahun 1990.

Sejak itu, kedua negara mulai menjalin kerja sama bisnis. Para taipan China berbisnis di Saudi, para pengusaha Saudi berdagang di China. Puncaknya sejak 2000an, dimana kedua negara sangat intensif menggalang relasi bisnis yang nilai total investasinya bermilyar-milyar dollar. China tercatat sebagai negera pengekspor minyak terbesar dari Saudi. Demikian pula Saudi, tercatat sebagai partner bisnis terbesar China di kawasan Asia Barat. Saudi juga menjadi sponsor utama “Gulf and the Middle East for China”, sebuah perkumpulan bisnis di kawasan Arab Teluk dan Timur Tengah dengan PRC.

Karena hubungan baik antara kedua negara ini, maka tidak heran jika di Saudi ada buannyakkk sekaleee produk-produk “made in China” ini dari mobil, ponsel, komputer, TV dan barang-barang elektronik lain sampai aneka ragam pakaian: jubah, abaya, surban, “kupluk kaji”, dlsb. Produk-produk ini tidak hanya dijumpai di Riyad, Dhahran, atau Jeddah saja, tetapi juga di kota suci Makah dan Madinah.

Nah, lucunya, para jamaah haji & umrah dari Indonesia (juga dari negara-negara lain) berbondong-bondong memborong aneka ragam pakaian “made in China” tadi sebagai “oleh-oleh dari Tanah Suci” he he. Indahnya dunia. Takbirrr…

Sumber status facebook Sumanto Al Qurtuby (Dosen di King Fahd University Arab Saudi)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed