by

Anies, Tommy dan Zig-Zag Politik Keluarga Cendana

Isu-isu yang dimainkan di ruang publik maupun media sosial untuk mengenang Soeharto, sangat kencang. Kampanye bertajuk “Piye Kabare, Enak Zamanku to?” merupakan upaya untuk membangkitkan romantisme Orde Baru terhadap warga negeri ini. Upaya mengenang Orde Baru ini, menjadi bagian untuk memainkan

Tommy Soeharto pernah menjadi aktor kriminal, karena pembunuhan terhadap Ketua Muda Bidang Hukum Pidana Mahkamah Agung (MA), Syafiuddin Kartasasmita (60) pada 2001. Pada waktu itu, korban diduga dibunuh karena menjatuhkan vonis hukuman penjara 18 bulan serta denda 30 miliar kepada Tommy yang dianggap bersalah, karena kasus tukar guling PT Goro Batara Sakti (GBS) dan Bulog. Pada waktu itu, Tommy kabur ketika hendak dijebloskan ke tahanan.

Pembunuh Syafiuddin Kartasasmita memang bukan dari tangan Tommy, namun ia sebagai otak di balik peristiwa keji ini. Dua pembunuh bayaran menghabisi nyawa Kartasasmita. Tim pelacak dari Polisi, yang dikenal sebagai Tim Kobra bergerak dan bekerja keras untuk menangani kasus ini. Akhirnya, Tommy tertangkap.

Pada waktu itu, dua pembunuh bayaran yang menjadi anak buah Tommy dihukum seumur hidup. Sementara, anak mantan Presiden Soeharto ini divonis 15 tahun penjara. Kemudian, Mahkamah Agung memutuskan pengurangan hukuman untuk Tommy menjadi 10 tahun. Singkatnya, dengan beberapa kali keringanan hukuman, Tommy hanya menjalani masa tahanan selama 5 tahun saja.

Jaringan gelap dan kekerasan Tommy sudah terjadi sejak ia masih muda. Ia dikenal sebagai putra Soeharto yang paling flamboyan, dengan beragam sepak terjang di dunia bisnis, preman dan kekuasaan. Pada 1980an, ia diduga menggunakan tentara untuk memaksa sejumlah pemilik tanah di Nusa Dua serta Pantai Dreamland Bali untuk menjual tanah dengan harga murah. Intimidasi dan ancaman kekerasan dari aparat militer yang digunakan Tommy untuk menekan rakyat kecil.

Karena kelakuan ini, serta pola bisnisnya yang makin tidak terkontrol, Benny Moerdani pernah mengingatkan presiden Soeharto untuk membatasi anak-anaknya. Benny merasa, tingkah polah anak-anak presiden Soeharto akan berbahaya bagi Orde Baru, legitimasi presiden dan menyengsarakan rakyat. Di luar dugaan, Soeharto malah menyingkirkan Benny karena kritiknya terhadap anak-anaknya yang dibela oleh Bu Tien.

Kita perlu jeli memahami relasi kuasa di Pilkada DKI 2017 ini, yang menjadi titik tolak politik Indonesia masa depan. Jangan sampai, Pilkada hanya menjadi panggung politik dari Keluarga Cendana, yang ingin memainkan bidak catur dalam politik masa kini. **

Sumber : qureta

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed