by

Amien dan Rizieq

 

Istilah Jawa mengatakan, ngundhuh wohing pakarti. Di masa tua, mereka berdua menuai apa yang ditebar di masa mudanya. Satunya kabur dari sejumlah kasus yang merundungnya. Yang satu lagi menunggu entah apa yang akan terjadi pada dirinya setelah menjadi “penadah” uang hasil korupsi.

Masa tua yang mestinya dihabiskan untuk beristirahat, melihat anak-cucu tumbuh besar dengan tenteram, tak jua mereka nikmati. Adanya kegelisahan menunggu apa yang akan terjadi besok. Hidup tak tenang di negara antah berantah. Memikirkan kemana lagi harus berpindah ketika visa habis, sementara penjara telah menunggu bila kembali ke negara asal.

Penjara memang mengerikan untuk jiwa pengecut yang tak berani menghadpi kenyataan. Tak ada lagi sesumbar dan caci maki kepada kepala negara dan pemerintah tempatnya bernaung seperti biasanya. Tak ada lagi terdengar dia berteriak “Panca Gila”, “Presiden Goblok” atau “Istana Iblis” dengan intonasi dan nada tinggi bak singa padang pasir.

Ketika izin tinggal habis, harus ke negara lain dan kembali lagi ke Arab, biar tetap tampak terhormat yang penting bisa memperpanjang ijin tinggal. Ngakunya mendapat visa tak terbatas dari negeri Raja Salman, padahal hanya ngibul saja. Harus ke Malaysia lalu balik lagi, atau ke Yaman dan balik lagi juga. Orang bodoh mungkin percaya soal “visa tak terbatas” itu. Tapi orang pinter yang banyak pengalaman juga tahu kalau itu trik mengakali aturan imigrasi agar bisa tinggal lebih lama di Arab. Itu cara yang lazim dan banyak orang melakukannya.

Tapi catat, hidup di negara lain itu biayanya tinggi. Tak ada warteg dan nasi bungkus yang bisa didapat dengan gratis seperti di negara sendiri. Donatur juga tak lagi mengalirkan dana, karena kemenangan di Pilkada sudah diraih. Dana akan habis pada waktunya. Dan saat itu adalah saat yang tak bisa dihindari. Maka tak heran kalau gerombolannya berusaha bertemu dengan kepala pemerintahan. Untuk apa lagi kalau bukan melobi Presiden di Istana Negara agar melakukan sesuatu.

Merengek-rengek minta Presiden agar mengintervensi kasus yang kini ditangani kepolisian. Hal bertolak-belakang dari yang pernah digembar-gemborkan dalam kasus-kasus yang menimpa lawan politiknya, di mana mereka teriak-teriak agar Presiden tidak intervensi kasus yang ditangani Polri. Dunia seakan bisa mereka balik-balik sesuai kehendaknya.

Satu lagi hidupnya tak jauh-jauh dari provokasi di mimbar-mimbar dan media dengan opininya yang penuh racun. Itu dilakukan karena memang sudah lama dia bercita-cita menjadi presiden. Presiden Gus Dur pernah dijungkalkannya saat menjabat Ketua MPR. Namun waktu berlalu dan takdir tak kunjung berpihak untuk bisa membuatnya berkuasa. Masa tua dihabiskan untuk menebar benci dan menghasut.

Ketika dia dan para anggota gerombolannya terancam berhadapan dengan KPK, kini sekutunya ramai-ramai bergerak melalui jalur DPR untuk membubarkan KPK. Hak angket dipaksakan diketuk padahal belum disetujui peserta rapat. Gerombolan apa yang takut pada lembaga pemberantas korupsi? Pertanyaan yang tak perlu dijawab, karena sudah jelas sekali jawabannya.

Siapa yang mau masa tuanya seperti mereka berdua? Saya tidak.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed