by

Alasan Pendukung Ahok Apresiasi AHY

Selain itu, bagaimana pun juga, kami pendukung Ahok adalah pihak yang memperoleh suara terbanyak—menurut Quick Count—maka kami harus melakukan apa yang dikenal dalam falsafah Jawa “menang tanpa ngasorake” (menang tanpa harus merendahkan).

AHY masih muda dan memiliki karir yang panjang dan menjanjikan, pidato politiknya tidak hanya baik untuk tradisi politik di negeri ini, tapi juga poin yang sangat besar untuk masa depan karirnya. Pilkada DKI bukan lah medan pertempuran penghabisan yang AHY harus bertempur dengan strategi “bunuh diri”.

Hal ini berbeda dari Prabowo yang akan menjadikan 2019 sebagai pertempuran Pilpres terakhirnya, maka dia harus mati-matian dan habis-habisan memenangkan Anies jadi gubernur DKI tahun ini. Karena kata Prabowo ke pendukungnya, kalau mau Prabowo menjadi presiden tahun 2019, maka Anies-Sandiaga harus dimenangkan. Bisa jadi strateginya, 2019 Anies menjadi wapres Prabowo dan Sandiaga naik jadi gubernur, kalau pasangan ini menang dalam Pilgub DKI tahun ini.

Kedua, kritik saya terhadap AHY yang tidak mau hadir dalam debat-debat di televisi sebelum debat resmi KPUD tidak akan saya cabut. Bagi saya ini kritik yang penting dan saat ini sudah terbukti bahwa dengan “menghindar” dari debat-debat itu—saya mendapat sumber bahwa ketidakhadiran AHY itu berdasarkan usulan konsultan politiknya, karena sebenarnya AHY mau hadir—ternyata keliru dalam strategi.

Bulan November dan Desember, survei AHY menanjak bahkan melewati Ahok, namun tiba-tiba Januari mulai turun karena salah satu alasan kuatnya, performa AHY dalam debat KPUD kurang kuat dan citra tidak baik gara-gara tidak hadir dalam debat-debat sebelumnya. Andai Timses dan Konsultan Politik AHY sadar dan menjadikan debat-debat tidak resmi sebelum KPUD sebagai medan latihan bagi AHY, bisa jadi performa AHY dalam debat KPUD akan baik yang ia tunjukkan dalam debat terakhir: ketiga, yang menunjukkan AHY semakin tenang.  

Bahwa pencolanan AHY tanpa masuk dan punya pengalaman dalam dunia politik yang saya sebut sebagai dinasti politik, juga tidak akan saya cabut. Bukan berarti sebagai putra dari SBY, AHY tidak boleh mencalonan dalam Pilgub, tapi tetaplah melalui proses dan pengalaman politik. Hal ini yang membedakan AHY dengan Ibas Yudhoyono misalnya yang sudah menjadi politisi dan punya pengalaman dalam dunia politik.

Dalam tradisi politik di negeri kita, keturunan adalah modal sosial yang juga kita temukan di negeri-negeri lain, tapi hal ini jangan lah menjadi alasan kuat untuk menggusur proses, prosedur dan prinsip meritokrasi dalam politik dan pemerintahan. Trah Soekarno dikenal dalam politik di Indonesia, tetapi, Megawati, Puan dan Puti Guntur telah terjun dalam dunia politik, terlibat dan bertarung di lapangan, tidak hanya mengandalkan keturunan. Juga Keluarga Bhutto di Pakistan, Keluarga Kennedy dan Bush di Amerika. Keluarga yang dikenal darah politik yang kuat, tapi semuanya dipersiapkan dan melalui proses dan pengalaman.

Tapi kini, dengan selesainya Pilgub DKI putaran pertama, adalah proses yang memang harusnya dijalani oleh AHY yang saya harap AHY akan masuk Partai Demokrat dan melanjutkan sebagai politisi yang bisa menjadi alternatif pilihan yang menjanjikan untuk masa depan negeri ini.

Maka, dengan ini, saya sebagai Pendukung dan Timses Ahok menyatakan apresiasi pada AHY yang telah memberikan pidato yang merupakan bagian dari tradisi politik yang baik dan berdoa semoga karir AHY sebagai politisi akan semakin memijar di masa mendatang.**

Sumber : qureta.com

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed