by

Akibat SBY Salah Ukur Diri dan Strategi, Partai Demokrat Kehilangan Jati Diri

 

Praktis nasib PD di ujung tanduk. Tanggal 10 Agustus 2019 pagi Majelis Tinggi Partai Demokrat masih sok sibuk diskusi menentukan arah kemana dan ke poros mana mereka dengan terpaksa harus “mengemis-ngemis” untuk ikut bergabung mendukung agar tidak didiskualifikasi pada Pemilu 2024. Suatu perkembangan tak terduga muncul saat ternyata Poros Jokowi ternyata merubah jadwal pendaftaran Pasangan Pilpres ke KPU dari yang awalnya sore hari menjadi pagi hari jam 09.00 WIB. Pada saat keputusan Majelis Tinggi belum bulat. Sampai akhir pendaftaran Poros Jokowi selesai pukul 10.00 WIB, PD tidak muncul. Namun semua paham karena upaya PD bergabung ke Poros Jokowi agak sulit terwujud karena mengingat hubungan SBY dan Megawati belum tuntas.

So, tidak ada pilihan lain. Dengan mengorban- kan kehormatan dan harga dirinya, elite Partai Demokrat harus menanggung malu menjilat ludah sendiri. Beberapa hari sebelumnya mereka dengan ganas memaki-maki Prabowo, sekarang mereka terpaksa memohon-mohon untuk bisa numpang di gerbong poros Prabowo agar terhindar dari sanksi diskualifikasi 5 tahun mendatang. Tapi semua pengamat politik termasuk rakyat jelata seperti saya tahu, bergabungnya Partai Demokrat sudah tanpa makna dan tanpa kekuatan posisi tawar sedikitpun. Hanya formalitas.

Suatu kesalahan strategi dan salah mengukur potensi diri dari SBY dan elite Partai Demokrat yang berakibat fatal dan tragis. Terbukti ternyata SBY bukan politikus dan ahli strategi yang ulung. Ketidakmampuan dia menarik PAN dan PKS untuk membentuk Poros Cikeas untuk melawan Gerindra adalah bukti kewibawaan seorang SBY sudah longsor. Padahal Ketua Majelis Syuro PKS dan Ketua Umum PAN saat ini adalah bekas anak buah SBY di Kabinet Pembangunan Jilid II.

Pilpres 2019 adalah TRAGEDI menyakitkan buat Partai Demokrat. Tapi ini pembelajaran yang efektif untuk sang PEPO-MEMO agar belajar strategi politik dengan cerdik. Politik tidak bisa dituntaskan hanya dengan ambisi yang tak terukur, curhat dan sikap baperan, sok kritik kesana kemari tak tentu arah. Ini juga momentum bagi Dinasti Cikeas untuk membumi dan belajar realistis.

Jujur saya justru kasihan dan bersimpati dengan AHY yang harus tampil menjadi bumper mewakili sang PEPO yang masih merasa “besar” dengan tidak mau datang secara langsung ke KPU menemani Prabowo cs. Lepas dia mantan Presiden, tapi secara formal dia adalah Ketua Umum Partai Demokrat. Seharusnya dia datang. Entah karena gengsi atau malu, saya tidak tahu.

Ternyata intuisi Pakdhe Karwo dan jajaran DPD Partai Demokrat Provinsi Jatim benar adanya. Menentukan arah dukungan kepada Jokowi jauh-jauh hari ternyata lebih bermartabat dan terhormat daripada tersia-siakan di menit-menit terakhir. Paham Pak Beye ?

Salam Satu Indonesia,

 

Sumber : facebook Rudi S Kamri

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed