by

Akal Sakit Rocky Gerung

4/ Pernyataan RG “kitab suci adalah fiksi” tidak bisa dilepaskan dari kontestasi di atas. Konteks frase itu adalah perdebatan soal “menista” kitab suci, menyusul statemen Ahok beberapa waktu silam. Pertama, ia memberi pseudo-argumen seolah-olah masalah Ahok sekadar masalah interpretasi atas kitab suci, sementara di lapangan lebih kompleks daripada sekadar interpretasi. Kedua, menyatakan “kitab suci adalah fiksi” berarti masuk ke dalam perdebatan yang melibatkan filsafat, teologi, dan sastra, dan RG tidak pernah serius memasuki gelanggang perdebatan itu untuk mengujinya bersama para filsuf, ahli teologi, dan kaum sastrawan di Indonesia. Ada dua kemungkinan: kita gowes menganggap frase itu sekadar omongan kosong; atau kita mengejar sistematika pemikiran di baliknya, dengan membuka kembali perdebatan dalam filsafat, teologi, dan sastra mengenai hakikat Kitab Suci. Kami memiliki pemikiran bahwa Kitab Suci bukanlah fiksi, karena di dalamnya banyak mengandung kisah-kisah faktual di masa lampau; ia memang ditulis dan dibaca secara sastrawi, namun bukan berarti ia adalah hasil imajinasi belaka, jika hal itu maksud RG dengan kata “fiksi”. Segala yang belum terjadi di dalam Kitab Suci bukan pula suatu fiksi, melainkan berita dan cakrawala harapan bagi kaum beriman. “Fiksi” dan “fiktif” hanya relevan bagi Kitab Suci dari sisi bentuk ekspresi sastrawinya, itu pun masih diperdebatkan, dan pesan Kitab Suci tentang masa depan. Lebih tepat, menyebut Kitab Suci sebagai “hermeneutis” daripada “fiksi”. Kitab Suci membuka ruang tafsir yang lebih kaya daripada karya fiksi atau non-fiksi oleh karya tangan manusia. Kami menolak RG dikriminalisasi atas lontarannya itu, karena kesalahan RG bukan pada sisi penistaan agamanya, tapi pada pemahamannya yang sepotong-potong tentang Kitab Suci, dan bias retorikanya yang membingungkan. Hal itu hanya bisa dibongkar melalui perdebatan filsafat yang otentik, alih-alih pemenjaraan.
 
5/ Fenomena RG membuktikan keperluan menggalakkan kajian-kajian filsafat yang serius, tidak berlumur retorika dan popularitas, karena dengan cara itu akal sehat dapat dipupuk di negeri ini. Kami mengecam segala tindakan represif pemberangusan diskusi-diskusi filsafat yang kerap terjadi di negeri ini, karena hal itu akan menyumbang lahirnya Rocky Gerung-Rocky Gerung yang baru, para badut filsafat yang, atas nama filsafat, bernarsis-ria untuk akumulasi modal simbolik para elite politik (oligarkh). 
 
Rilis ini, dibuat tanpa pretensi mendukung kubu siapapun dalam pertarungan Pilpres 2019, bertujuan membuka kembali percakapan kritis mengenai situasi intelektualisme kita hari ini dan kepentingan yang mengitarinya.
 
“The free man, who lives among the ignorant, strives, as far as he can, to avoid receiving favours of them” (Spinoza, “The Ethics”, Part IV, Prop. LXX). 
 
“Seorang manusia yang berjiwa bebas, yang hidup di antara orang-orang bodoh yang tidak menghargai pemikiran, sejauh ia bisa, akan menghindar untuk memperoleh dukungan mereka” (Spinoza, “Etika”, Bagian IV, Proposisi LXX)

Sumber : Group WA Jaringan Muda NU

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed