by

Akad Kredit = Riba? Siapa Bilang?

B. Harga Tidak Boleh Berbeda

Apabila kedua belah pihak telah menyepakati harga atas suatu barang atau jasa, namun disepakati pembayarannya ditangguhkan, maka yang tidak boleh dilanggar adalah perubahan harga karena maju mundurnya pembayaran.

Sebagai contoh sederhana, katakanlah dalam jual-beli rumah, telah ditetapkan bahwa harga rumah 100 juta bila dibayar tunai dan 150 juta bila dibayar dalam tempo 5 tahun.

Maka tidak boleh diterapkan sistem perhitungan bunga apabila pelunasannya mengalami keterlambatan sebagaimana yang sering berlaku.

C. Hadits Larangan Dua Akad Dalam Satu Transaksi

Ada sebagian kalangan yang mengharamkan akad kredit ini dengan alasan bahwa akad kredit termasuk ke dalam transaksi dua akad dalam satu transaksi, atau yang lebih dikenal dengan istilah baitaini fi bai’atin.

Dan hal itu diambil dari larangan Nabi SAW dalam beberapa hadits berikut :

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صفقتين في صفقة واحدة

“Dari Abdurrahman dari Abdullah bin Mas’ud dari ayahnya ia berkata, “Rasulullah SAW melarang dua akad dalam satu
transaksi.” (HR. Ahmad)

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيعتين في بيعة
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, “Rasulullah SAW melarang dua jual beli dalam satu transaksi.” (HR. Ahmad)

Memang benar bahwa Para ulama secara umum sepakat bahwa hukum ba’iatain fi bai’ah adalah dilarang berdasarkan hadits-hadits yang sudah dijelaskan di atas yang secara eksplisit menyatakan larangan terhadap hal tersebut.

Namun mereka berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud dari istilah ba’iatain fi bai’ah itu sendiri. Setidaknya ada tujuh penafsiran istilah Ba’iatain fi Bai’ah menurut para ulama :

1. Penafsiran Pertama

Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ba’iatain fi bai’ah adalah jual beli barang dengan dua pilihan harga, harga tunai dan harga kredit di mana harga kredit lebih mahal dari pada harga tunai.

Di antara yang berpendapat demikian ialah Sammak, perawi hadits larangan ba’iatain fi bai’ah. Menurut tafsiran ini, menjual barang dengan harga kredit yang lebih mahal dari harga tunai adalah terlarang.

2. Penafsiran Kedua

Tafsiran kedua ini hampir mirip dengan yang pertama hanya saja dalam penafsiran kedua ini penjual dan pembeli sama-sama tidak menentukan harga mana yang diambil, apakah harga tunai atau harga kredit kemudian keduanya berpisah begitu saja padahal akad jual beli sudah terjadi.

Di antara ulama yang berpendapat dengan tafsiran kedua ini di antaranya Abu ‘Ubaid, ats-Tsauri, Ishaq, ulama malikiyyah dan hanabilah.

3. Penafsiran Ketiga

Yang dimaksud ba’iatain fi bai’ah menurut penafsiran ketiga adalah jual beli satu barang dengan dua harga.

Contoh: saya jual barang ini dengan salah satu dari dua harga: satu dinar atau seekor kambing.

Atau menawarkan salah satu dari dua barang dengan satu harga. Ccontoh: saya jual seekor kambing atau sepotong pakaian dengan harga satu dinar.

Hal ini dilarang karena ada ketidakjelasan harga mana atau barang mana yang akan diambil. Penafsiran ini adalah pendapat Imam Malik dan al-Baji.

4. Penafsiran Keempat

Menurut Ibnu al-Qayyim yang dimaksud dengan ba’iatain fi bai’ah adalah bai’ al-‘inah, yaitu jual beli kamuflase dengan tujuan untuk mendapatkan pinjaman berbunga.

Contohnya, A menjual barang kepada B seharga seratus ribu dicicil selama sebulan, dengan syarat setelah itu barang tersebut langsung dijual kembali kepada A dengan harga delapan puluh ribu secara tunai.

5. Penafsiran Kelima

Imam Syafi’i juga menafsirkan makna ba’iatain fi bai’ah maksudnya adalah mensyaratkan jual beli dalam jual beli (contoh: saya jual mobil ini kepada bapak, dengan syarat bapak jual motor bapak kepada saya dengan harga sekian).

6. Penafsiran Keenam

Penafsiran ini mirip dengan yang kelima, hanya saja yang disyaratkan bukan hanya jual beli saja tapi termasuk hal-hal lain seperti pemanfaatan barang (contoh: saya jual rumah ini sekarang dengan syarat saya tempati dulu rumahnya selama sebulan). Penafsiran ini adalah pendapat kalangan Al-Hanafiyyah.

Dari ketujuh penafsiran di atas dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama menafsirkan bai’atain fi ba’iah bahwa maksudnya adalah jual beli satu barang dengan dua harga sekaligus yaitu harga tunai dan harga kredit, di mana harga kredit lebih mahal dari harga tunainya.

Namun jika terjadi tawar-menawar sehingga pembeli menentukan harga mana yang dia ambil –apakah harga tunai atau harga kredit—maka tidak termasuk ke dalam kategori bai’atain fi ba’iah.

Jual-beli semacam ini dilarang karena ada unsur gharar (Ketidakjelasan) dalam harga barang.

Wallahua’lam bishsahwab.

Sumber : Status Facebook Ahmad Sarwat Lc MA

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed