by

Ahok Lebih Muslim dibandingkan FPI

Oleh : Ekha Rifki Fauzi

Perkembangan menjelang Pilkada DKI 2017, diwarnai berbagai gejolak polemik SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang menyerang Calon Petahana, Ahok. Demo besar-besaran digelar FPI (Front Pembela Islam) untuk menjatuhkan dan melengserkan dalam penjegalan pencalonan Ahok dalam pilkada.

Awal permulaan polemik SARA, berawal dari dugaan pelecehan agama yang dituduhkan kepada Ahok. Ketika Ahok berpidato di Kepulauan Seribu dengan menyertakan surat A-Maiadah ayat 51. Hanya dengan video yang beredar di media sosial, sekelas FPI mampu tersulut amarahnya untuk menjudge Ahok, sebagai penista agama. Karena hal itulah, FPI ingin Ahok mempertanggungjawabkan perilakunya.

Menurut pihak FPI, Ahok telah melakukan penistaan agama yang menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an di dalam pidatonya. Pada video yang booming di media sosial, dijadikan sebagai alat bukti atas dugaan penistaan agama. Sekiranya, perlu adanya tinjauan ulang video tersebut, dalam memberikan bukti dan fakta secara utuh. Jikalau tidak dapat dibuktikan secara benar, tentu ini dapat menjadi penfitnahan.

Pergejolakan SARA ternyata meluas dengan provokasi-provokasi media sosial yang menyulut kemarahan semua umat muslim. Hal ini menimbulkan pro-kontra pada masyarakat, tidak sedikit yang memberikan wejangan. Salah satunya, ialah KH. Abdullah Gymnastiar pun ikut ambil peran dalam memberikan komentarnya mengenai pidato Ahok.

Atas dasar penistaan agama, FPI menuntut Ahok ditangkap dan diadili oleh pihak kepolisian. Tetapi, tuntutan FPI tidak serta merta dipenuhi, mengingat menjelang pilkada rentan akan kampanye hitam untuk menjegal salah satu calon kandidat kepala daerah.  

Langkah yang dilakukan pihak kepolisian, perlu mendapatkan apresiasi yang besar dari semua kalangan. Karena hal itu, pihak FPI semakin berang melihat tingkah polah polisi yang membiarkan Ahok bebas, tidak melanjutkan atas tuduhan laporannya. FPI merasa bahwa pihak kepolisian melindungi Ahok dari kasus penistaan agama.  

Meluasnya polemik, sampai pada tataran bawah masyarakat yang berdemo pada saat peresmian RPTRA (Ruang Publik Terbuka Ramah Anak) Akasia di Jl, Tebet Barat Raya, Tebet, Jakarta Selatan, Jumat 21 Oktober 2016. Demonstran melarang dan menyegat Ahok tidak boleh melintasi jalan tebet, tetapi selain Ahok diperbolehkan jalan. Sikap deskriminasi ini, dampak dari polemik SARA yang berkepanjangan.

Meskipun dihadang puluhan demonstran, Ahok tetap dapat hadir untuk meresmikan RPTRA yang telah dijadwalkan. Saat memberikan sambutan, Ahok berterima kasih dan meminta maaf, kepada segenap pihak keamanan yang terdiri dari Kepolisian dan TNI. Ahok mengucapkan “minta maaf” karena sering ngrepotin Kapolres dan Dandim dalam rangka pengamanannya.  

 

Perilaku Ahok tersebut, mencerminkan bahwa dia lebih muslim dibandingkan FPI yang selalu memancing keributan atas perilakunya. Kata minta maaf dan berterima kasih yang terucap dari mulut Ahok, menunjukkan perilaku yang santun dan berakhlak. Berbeda dengan FPI yang dalam aksi sweeping-nya atau demonya, selalu disertai dengan kericuhan dan bertedensi kekerasan.

Sebenarnya Ahok atau FPI yang muslim?

Terlihat sekilas bahwa FPI merupakan organisasi Islam yang besar dalam berdakwahnya menggaungkan jihad untuk menegakkan syariat Islam. Pada aplikasi perilakunya, sungguh jauh dari kata baik dan santun. Ramah pun kelihatannya juga menyingkir dari FPI dalam menggandeng semua elemen masyarakat Indonesia.

Perilaku kericuhan dan kekerasan yang dilakukan FPI, menjadi titik terendah sulitnya menjunjung tinggi akhlak Nabi SAW. Akhlak yang diajarkan oleh Rasul SAW menitik beratkan pada persamaan hak, keadilan, sikap humanis, dan egaliter dalam memperlakukan manusia lainnya yang tertuang dalam Piagam Madinah (nu.or.id, 2011).

Mengacu pada isi piagam tersebut, sebaiknya pihak FPI dalam menjalankan roda dakwahnya haruslah humanis dan egaliter. Katanya muslim? Harusnya dapat memperlakukan makhluk Allah dalam hal ini manusia lainnya secara baik, adil, dan santun. Kalau masih meminggirkan Piagam Madinah, FPI belum dapat dikatakan muslim sejati.

Ahok malah yang dapat meneruskan isi perjanjian luhur tersebut, dalam menjalankan roda pemerintahan DKInya. Tujuan dari program-program kerja Ahok, untuk kemaslahatan umat dengan mengungkap kasus korupsi dan bertindak tegas dalam penggusuran Kalijodo yang selama ini menjadi tempat praktek prostitusi. Langkah seperti itu, termasuk keputusan berani dan benar di dalam syariat Islam.

Hal ini diperkuat ketika Ahok menerima “Gus Dur Award”, karena dalam tindak tanduknya menyerupai perilaku Gusdur yang menjunjung tinggi kejujuran, memberantas tindak pidana korupsi, dan efisiensi anggaran belanja daerah. Dibandingkan oposisinya, apakah FPI meraih penghargaan serupa? FPI dalam hal ini masuk kedalam kategori lain. Tentu tidak termasuk kedalam kategori dakwah Islam yang santun dan pluralis.

Sejak jaman Wali Sembilan, tidak mengenal dakwah Islam yang menggunakan cara-cara kekerasan. Malah sebaliknya, para wali sembilan mempergunakan Al-Qur’an dan Hadist secara utuh yang tidak menggunakan kekerasan dalam berdakwahnya. Hal ini kebalikan dari cara dakwah FPI yang selalu ada tedensi kekerasan dalam penegakan syariat Islam.

Panutan FPI itu sebenarnya siapa?

Ahok malah memberikan contoh perilaku yang tegas dan berani dalam mengambil langkah disetiap kebijakannya. Hingga kelompok oposisi merasa kesal dan menyusun strategi untuk menjatuhkan Ahok. Jiwa keberanian, ketegasan, dan  keadilan dari Ahok, menjadikan sosok Ahok bak ulama NU yang santun dalam dakwahnya, sebut saja Gusmus, Cak Nun, dan Gusdur.

Betapa kerennya Ahok, hingga dia menyabet Gus Dur Award yang tidak sembarang orang dapat menerima penghargaan sekelas itu. Mampukah FPI meniru perilaku Ahok di dalam dakwahnya? Seharusnya FPI malu, karena sikap dan perilakunya yang kasar dan suka membuat kericuhan, hanya akan mencoreng Islam sebagai agama rahmatallilalamin.

Dari sinilah sudah jelas, bahwa Ahok lebih muslim dibandingkan FPI. Sehingga, rakyat DKI Jakarta tidak gentar dan takut terprovokasi atas isu pelecehan atau penistaan agama yang dituduhkan FPI kepada Ahok. Masyarakat Jakarta sangatlah cerdas, dalam memilih kepada daerahnya untuk kemajuan. FPI haruslah menyadari kesalahannya, dan berani meminta maaf. Buktikan jiwa muslimmu terhadap Islam, agar kedamaian menyelimuti semesta alam.

Apakah FPI mampu berucap maaf? wallahu a’lam bish-shawabi #SelamatHariSantriNasional**

Sumber : qureta.com

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed