by

Agamis Berkebangsaan

Islam di Indonesia.

Akhirnya semua ingin kesini, seperti apa Islam di Indonesia kok masih utuh. Akhirnya semua sepakat: utuhnya Islam di Indonesia salah satunya karena memiliki jamiyyah NU. Akhirnya semua pingin tahu NU itu seperti apa.

Tapi di negeri sendiri, NU dicoba dikoyak-koyak.

Lihat tetangga pujian, karena tidak paham, bilang bid’ah. Melihat tetangga menyembelih ayam untuk tumpengan, dibilang bid’ah. Gotong royong menjaga gereja, dibilang munafikun. Padahal itu produk Islam Indonesia.

Kelamaan diluar Indonesia, jadi tidak paham.

Masuk kesini sudah kemlinthi, sok-sokan, memanggil Nabi dengan sebutan “Muhammad” (saja). Padahal, disini, tukang bakso saja dipanggil “Mas”. Padahal orang Jawa nyebutnya Kanjeng Nabi.

Akhir-akhir ini semakin banyak yang tidak paham Islam Indonesia.

Kenapa?

Karena Islam Indonesia keluar dari rumus-rumus Islam dunia, Islam pada umumnya.

Kenapa?

Karena Islam Indonesia ini saripati (essensi) Islam yang paling baik yang ada di dunia.

Ketika Belanda pergi, bersepakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka kawasan di Indonesia disebut wilayah, artinya tinggalan para wali. Jadi, jika anda meneruskan agamanya, jangan lupa kita ditinggali wilayah.

Maka di mana di dunia ini, yang menyebut daerahnya dengan nama WILAYAH? Di dunia tidak ada yang bisa mengambil istilah: kullukum raa’in wa kullukum mas uulun ‘an ra’iyatih ; bahwa Rasulullah mengajarkan hidup di dunia dalam kekuasaan ada pertanggungjawaban.

Dan yang bertanggungjawab dan dipertanggungjawabi disebut ra’iyyah. Hanya Indonesia yang menyebut penduduknya dengan sebutan ra’iyyah atau RAKYAT. Begini kok banyak yang bilang tidak Islam.

Nah, sistem perjuangan seperti ini diteruskan oleh para ulama Indonesia. Orang-orang yang meneruskan sistem para wali ini, dzaahiran wa baatinan, akhirnya mendirikan sebuah organisasi yang dikenal dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

NU ini benteng terawal dan terakhir bela Islam di Indonesia.

Ada tatanan dan pengertian yg sudah lama kita bina. Jangan jadi pecah karena sebuah kesalahpahaman. Susah membangunnya kembali.

Perang kita sekarang adalah miskinnya literasi, gurita oligarki, serbuan hoax, ketahanan pangan. Singkatnya: Cuci piring bersih2 paska orde baru.

Bukan import perang dari luar, lalu mendeclare nya dalam hajatan demokrasi (baca: Pilpres). Mengatasnamakan rakyat gelar PEOPLE POWER. Saat rakyat (55,5%) berkehendak, pundung tak bedundung. Rusuh.

Tak perlu jadi NU. Tapi cukup jadi kaum agamis berbalut jiwa kebangsaan yang kokoh untuk melawannya.

Lahawla wala quwwata illa bilahil ‘aliyil ‘adzim

Sumber : Status Facebook Achdiyat Ruly Santabrata

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed