by

Adagium

Dua isu itu dianggap mewakili utk menilai bahwa pemerintah ini sudah dholim dan sah di tentang. Dan dalam pembacotannya dia tetap memakai agama Islam sbg tameng. Kenapa dia nggak tanya kepada Bahlil ketua BKPM yg bgt ngelotok menjelaskan UUCK, UU ini bukan UU masa lalu, tapi UU masa depan yg berpihak kepada UMKM, dan membuka lapangan kerja buat 3 juta angkatan kerja setiap tahunnya, serta banyak lagi manfaatnya. Usaha itupun hanya utk persiapan 5-10 thn kedepan karena setelahnya robot akan menggantikan lebih dari separuh tenaga manusia. Tenaga kerja yg tak berskill akan jadi posil.
Menyimak pribahasa diatas, adalah hukum dlm hal ini keadilanlah yg menjadi isu utama atas hadirnya masyarakat dan kehidupan. DS adalah manusia stok lama, dia bermanuver panjang selama hidupnya, dari mulai di NU, lari ke MU, jd ketum disana, terus mau ngelamar jd ketua PBNU lagi, jadi ketua dewan disana sini, penasihat dimana-mana, tapi akhirnya di pecat dari ITB. Menjual diri jd wapres, tak di gubris, lalu sakit hati, miris.
Kalau dia cerdas, bukan culas, harusnya bernas mengartikan hukum keadilan, dan melihat dirinya siapa saat dia mesra bersama orba. Apakah zaman saat dia nyaman disana ada keadilan di Indonesia, apa dia lupa orba itu bak monster menghisap darah bangsanya, 32 thn kemana aja bang, kok sekarang pd zaman Indonesia menuju terang benderang baru bicara keadilan, dan mengancam mau melakukan penolakan, Jus tru sekarang ini kita mulai menuju kesana dan sudah terlaksana walau blm sempurna. Buka mata hati liat Papua, liat pembangunan, liat pemerataan, jangan mata jelalatan akhlak belingsatan kesetanan. Bisa-bisa DNA orbanya masih kuat bersarang.
Sudah dibilang, kalian itu makhluk masa lalu yg sudah nggak laku. Maaf ya, bukan mengecilkan MU, DS dan AR itu kan mantan ketum MU, kalau mereka bergas harusnya ormas Islam yg lebih tua itu dari NU jauh lebih besar mempunyai anggota, sekarang nyatanya anggotanya hanya 10-15% dibanding NU, bagaimanapun itu tolok ukur sebuah lembaga bagaimana memanagenya dan siapa mereka.
Kok sekarang jadi 11-12 dgn AR, AR buat partai saja akhirnya diusir, mau nyoba lagi ketar-ketir. DS malah buat ormas, kenapa nggak berani buat partai sekalian, agar jelas hasilnya, bertarung terbuka, jangan banci pura-pura bernyali tapi mainnya di tepi.
Jokowi itu bukan anti kritik, tapi jangan kayak itik, kalau cuma suara berisik nggak jelas substansinya jadi seperti suara gendang diinjak kuda. OMNIBUS law ditentang, proses membuatnya sdh dua tahunan, direncanakan bersama DPR, dipikirkan para pakar, emang kalian pikir itu perbuatan asal sambil berkelakar. Rekam jejak Jokowi itu jelas bersihnya, dan jelas keberpihakannya, bukan kayak kalian banyak korengnya, Jokowi itu kerja buat rakyat, kalau kalian kan banyak bicara penuh siasat, begitu ada celah apa saja disikat.
Cobalah liat anggota atau siapa saja yg ngelemorek di KAMI bisa berkaca, apa disana ada orang jujur, ada apa kontribusinya buat Indonesia, yg ada cuma jual muka, gaya mau menyelamatkan Indonesia, baru ngurus demo saja sudah keciduk 8 ekornya.
Ini ada lampiran 7 prestasi Jokowi, dan yg buat ini bukan ketua RT Petamburan ya, jadi jangan buta hati, ntar sesak nafas mati berdiri. Kalian itu kan orang pintar, gelarnya selapangan bola, tapi mati nalar gara-gara nafsunya tak di sapa.
Janganlah jadi kafir, tau kan arti kafir, kafir itu bukan orang lain agama, kafir adalah yg tidak menjalankan keadilan, berbohong, menolak kebenaran, menyukai keburukan dan kerusakan, kalian itu kan perusak ketenteraman, jadi kalian itu kafir, tau.
Jadi cobalah sadar diri, tak usah maksa, sudah tua juga. Kalau mau kepingin juga tunggu saja 2024 nanti. Mau jadi presiden, wapres, menteri, apa saja silakan, kita kan ada jalur konstitusi, bernyali lah, jangan mau nyerobot di tengah jalan, lu kayak ojek online nggak modal helm aja.
Tapi 2024 keliatannya kalian makin sesak nafas, kami maunya Jokowi lagi. Jadi siap-siap gigit jari dan lanjut sakit hati.
 
(Sumber: Facebook Iyyas Subiakto)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed